Thursday, April 10, 2025

RESIKO ORANG YANG MENEGAKKAN KEBENARAN

Bacaan Alkitab  : Daniel 6:12–24 

Pendahuluan

Shalom saudara-saudara yang dikasihi Tuhan.

Pernahkah saudara mengalami situasi di mana berdiri dalam kebenaran justru membuat saudara kehilangan sesuatu? Mungkin kehilangan teman, pekerjaan, atau bahkan keamanan. Dunia saat ini seringkali tidak ramah kepada mereka yang menolak kompromi terhadap nilai-nilai kebenaran. Dalam kitab Daniel pasal 6, kita menemukan kisah yang sangat relevan bagi kita: Daniel, seorang pejabat tinggi di kerajaan Persia, harus menghadapi risiko besar hanya karena ia tetap setia pada imannya kepada Allah.

 Isi Renungan

Latar Belakang:

Setelah bangsa Yehuda mengalami pembuangan ke Babel, Daniel adalah salah satu dari orang-orang muda Israel yang dipilih untuk dididik dan melayani dalam pemerintahan kerajaan asing. Pada waktu peristiwa ini terjadi (Daniel 6), Babel sudah jatuh ke tangan Persia. Raja Darius orang Media (kemungkinan besar sebagai wakil dari Raja Koresh/Persia) memerintah wilayah itu dan menunjuk 120 wakil raja serta tiga pejabat tinggi di atas mereka — salah satunya adalah Daniel.

Daniel telah menunjukkan integritas dan kecakapan luar biasa sejak masa pemerintahan Nebukadnezar dan tetap mempertahankan kesetiaannya kepada Allah meski berada dalam sistem pemerintahan kafir. Ia dikenal sebagai pribadi yang tidak bercela, jujur, dan cakap dalam tugasnya. Karena itu, Raja Darius berniat mengangkatnya menjadi pemimpin tertinggi di atas semua pejabat lainnya (ayat 3-4).

Namun, hal ini memicu kecemburuan dan permusuhan dari pejabat-pejabat lain yang merasa tersaingi. Mereka mencari-cari kesalahan dalam administrasi Daniel, tetapi tidak menemukan apa pun karena Daniel benar di hadapan Allah dan manusia. Akhirnya mereka menciptakan jebakan politik dengan melibatkan hukum kerajaan dan praktek iman Daniel. Mereka tahu bahwa satu-satunya cara menjatuhkan Daniel adalah dengan memaksanya memilih antara ketaatan pada Allah atau pada hukum manusia.

Dikeluarkanlah peraturan yang melarang siapa pun memohon atau berdoa kepada siapa pun kecuali kepada Raja Darius selama 30 hari. Melanggar hukum ini berarti hukuman mati di gua singa. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan serangan terhadap identitas iman Daniel.

Makna Alkitabiah:

Daniel tahu perintah itu telah ditetapkan, tetapi ia tetap berdoa seperti biasa — tiga kali sehari, menghadap Yerusalem, dengan jendela terbuka. Ini bukan tindakan pemberontakan, tetapi ekspresi dari kesetiaan yang tidak bisa dikompromikan. Ia tidak menyembunyikan imannya, meskipun tahu risikonya.

Bagian ini menekankan bahwa bagi Daniel, ketaatan kepada Allah lebih tinggi daripada ketaatan pada manusia (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 5:29). Ia bersedia menghadapi konsekuensi duniawi karena ia percaya kepada kuasa dan keadilan Allah.

Makna Teologis:

Secara teologis, kisah ini mengajarkan bahwa Allah adalah pembela umat-Nya yang setia, sekaligus Tuhan atas sejarah dan bangsa-bangsa. Ketika Daniel dilempar ke gua singa, Allah membuktikan kuasa-Nya dengan mengutus malaikat untuk menutup mulut singa. Ini bukan hanya penyelamatan fisik, tetapi juga pernyataan ilahi bahwa Allah tetap bekerja bahkan di tengah sistem pemerintahan kafir.

Allah memakai kesetiaan Daniel sebagai alat kesaksian, sehingga Raja Darius akhirnya mengeluarkan dekrit yang memuliakan Allah Israel di seluruh kerajaan. Artinya, ketika kita berani hidup benar, Allah dapat memakai kesetiaan kita untuk memperluas pengaruh Kerajaan-Nya.

Makna Rohaniah:

Daniel adalah teladan dari iman yang tak tergoyahkan dan kehidupan doa yang konsisten. Ia tidak membiarkan tekanan dunia mengubah hubungannya dengan Allah. Ia rela menanggung risiko demi mempertahankan integritas rohaninya. Keberanian Daniel muncul bukan dari kekuatannya sendiri, tetapi dari relasi yang akrab dengan Allah.

Cerita Inspirasi Dalam Alkitab:

Kisah serupa juga terlihat dalam kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego (Daniel 3). Mereka menolak menyembah patung emas dan lebih memilih dilemparkan ke dalam perapian yang menyala. Mereka berkata: “Sekalipun Allah tidak melepaskan kami, kami tetap tidak akan menyembah allah tuanku” (Daniel 3:18). Mereka juga menanggung risiko karena menegakkan kebenaran dan akhirnya diselamatkan Tuhan.

Implikasi dalam Kehidupan Jemaat:

  • Jemaat dipanggil untuk berani hidup benar meski di tengah dunia yang penuh kompromi.

  • Dalam pekerjaan, relasi, bahkan pelayanan, mungkin kita akan menghadapi konsekuensi saat memilih kebenaran daripada kenyamanan.

  • Namun ingat, Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang setia kepada-Nya.

  • Kesaksian hidup kita bisa menjadi sarana agar orang lain melihat kemuliaan Allah, seperti Daniel di mata Raja Darius.

Pertanyaan Reflektif:

  1. Apakah saya berani hidup benar di tempat saya bekerja, belajar, atau bermasyarakat?

  2. Apakah saya tetap konsisten dalam hubungan saya dengan Tuhan, seperti Daniel yang tetap berdoa meski ada ancaman?

  3. Dalam hal apa saya lebih memilih keamanan daripada kebenaran? Apakah saya bersedia mengubah sikap itu?

Kesimpulan:

Menegakkan kebenaran bukan tanpa risiko. Daniel menunjukkan kepada kita bahwa kesetiaan kepada Allah lebih berharga daripada kenyamanan duniawi. Allah yang sama yang menyelamatkan Daniel, juga menyertai dan membela kita. Maka, marilah kita hidup dalam kebenaran dengan iman yang teguh, keberanian yang tulus, dan pengharapan yang tidak tergoyahkan dalam Tuhan.

“Orang benar akan hidup oleh iman” (Habakuk 2:4b)

No comments:

Post a Comment