Bahan Bacaan : Markus 8:11-13 ( Bacaan Alkitab Sepekan Kamis, 06 Maret 2025)
Pendahuluan
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, sering kali dalam kehidupan, kita mendengar ungkapan: "Kalau Tuhan benar-benar ada, tunjukkan tanda-Nya!" Tidak jarang kita sendiri pun mungkin pernah berkata demikian, apalagi di saat-saat sulit. Manusia cenderung ingin melihat bukti nyata sebelum percaya. Inilah yang juga terjadi dalam kisah di Markus 8:11-13, di mana orang-orang Farisi datang kepada Yesus, bukan untuk mencari kebenaran atau mengenal Allah lebih dekat, melainkan menuntut tanda dari surga. Mereka ingin bukti spektakuler, semacam keajaiban luar biasa yang bisa memuaskan rasa ingin tahu mereka.
Tetapi Yesus menanggapi mereka dengan tegas. Dia menolak memberikan tanda apapun karena Dia tahu hati mereka yang keras. Melalui kisah ini, kita akan belajar: apakah kita mencari tanda atau sungguh-sungguh mencari Tuhan?
Isi Renungan
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Perbedaan Mencari Tanda dan Mencari Tuhan
- Mencari tanda berarti berfokus pada bukti lahiriah, ingin melihat yang spektakuler, tanpa kerinduan membangun hubungan pribadi dengan Tuhan.
- Mencari Tuhan berarti datang dengan hati yang haus mengenal Dia, bahkan saat tanda itu tidak ada.
- Mencari tanda cenderung menempatkan Tuhan sebagai "penyedia jasa", yang harus membuktikan kuasa-Nya sesuai permintaan manusia.
- Mencari Tuhan menempatkan Tuhan sebagai pribadi yang dikasihi, dihormati, dan dipercayai, sekalipun hidup tidak selalu penuh dengan mukjizat.
Yesus kecewa bukan karena manusia mencari pertolongan, melainkan karena mereka tidak sungguh-sungguh mencari Dia sebagai Tuhan yang sejati. Mereka ingin Tuhan menjadi "pesulap rohani", yang tampil menakjubkan di depan mata mereka, tetapi tidak menginginkan Tuhan yang ingin merombak hati dan cara hidup mereka.
Sikap Yesus: Menolak Pemuasan Rasa Ingin Tahu.
Yesus tahu, iman yang sejati tidak bertumpu pada tanda, tetapi pada pengenalan akan Tuhan. Itu sebabnya dalam ayat 12 dikatakan, “Yesus mengeluh dalam hati-Nya.” Ini bukan sekadar kekecewaan biasa, tetapi keluhan Ilahi yang lahir dari kasih yang terluka. Tuhan rindu agar manusia datang kepada-Nya dengan kerinduan mengenal pribadi-Nya, bukan sekadar mendesak tanda untuk memuaskan ego.
Renungan ini mengajak kita bercermin. Dalam kehidupan rohani kita, apakah kita lebih sering mencari tanda atau mencari Tuhan? Apakah kita hanya rajin berdoa dan beribadah saat ada masalah besar, sambil menuntut Tuhan memberikan solusi instan? Apakah kita hanya mau percaya kalau Tuhan membuktikan kuasa-Nya lewat sesuatu yang spektakuler?
Tuhan tidak menentang mukjizat, tetapi mukjizat sejati adalah hati yang diubah dan mengenal Tuhan lebih dalam. Tanda-tanda lahiriah bisa hilang, tetapi iman yang tumbuh dari pengenalan akan Tuhan akan bertahan selamanya.
Tanda Terbesar Sudah Diberikan
Sebenarnya, Tuhan sudah memberi tanda terbesar: Salib Kristus. Di sana, kuasa dan kasih Allah dinyatakan sempurna. Bukan sekadar mukjizat spektakuler, tetapi tanda cinta yang kekal. Siapapun yang mencari Tuhan, akan menemukan-Nya di kaki salib – bukan dalam pertunjukan tanda-tanda lahiriah, tetapi dalam relasi kasih yang dalam dan pribadi.
Cerita Inspirasi
Kita bisa membandingkan sikap orang Farisi ini dengan sikap Raja Hizkia dalam 2 Raja-raja 20. Ketika Hizkia sakit, Tuhan mengutus nabi Yesaya menyampaikan bahwa Hizkia akan sembuh. Hizkia tidak langsung meminta tanda spektakuler, tetapi ia berdoa dengan sungguh-sungguh, merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Cerita ini mengajarkan bahwa tanda bukan tujuan utama, melainkan buah dari hubungan yang akrab dan tulus dengan Tuhan.
Contoh Kehidupan Sehari-hari
Ada seorang ibu yang sedang menghadapi pergumulan berat dalam keluarganya. Suaminya kehilangan pekerjaan, anaknya jatuh sakit, dan kondisi ekonomi keluarga semakin sulit. Dalam situasi ini, sang ibu mulai berdoa, tetapi doanya selalu begini:
"Tuhan, kalau Engkau benar-benar ada, tunjukkan tanda-Mu! Berikan mukjizat agar suami saya langsung dapat pekerjaan yang baik, dan anak saya sembuh seketika. Kalau itu terjadi, saya janji akan setia beribadah dan melayani."
Hari berganti, dan tidak ada mukjizat spektakuler yang terjadi. Suaminya masih menganggur, anaknya sembuh perlahan-lahan lewat pengobatan, dan masalah ekonomi tetap ada. Karena tidak melihat tanda spektakuler, ibu itu mulai kecewa dan menjauh dari Tuhan.
Ibu itu mulai belajar berdoa bukan untuk menuntut tanda, tetapi untuk mencari kekuatan dan mengenal Tuhan lebih dalam. Tanpa tanda spektakuler, imannya bertumbuh. Ia merasakan damai sejahtera yang baru, karena mengenal Tuhan sebagai Bapa yang setia, bukan sekadar "pemberi tanda."
Implikasi dalam Kehidupan Jemaat
- Iman Jemaat harus dibangun di atas pengenalan akan Tuhan, bukan sekadar pengalaman spektakuler.Jangan biarkan iman kita bergantung pada apakah doa kita dijawab secara spektakuler atau tidak. Tuhan lebih tertarik pada hati yang percaya meskipun tanpa tanda.
- Hati-hati dengan mentalitas "tanda-tanda" yang bisa menjauhkan kita dari iman yang sejati.Jika kita terus-menerus menuntut bukti dari Tuhan sebelum percaya, itu tanda bahwa kita belum sungguh-sungguh mengenal siapa Tuhan kita.
- Belajarlah mencari wajah Tuhan, bukan hanya tangan-Nya.Tuhan rindu umat-Nya datang mencari Dia, menyembah Dia karena siapa Dia, bukan sekadar mencari berkat dan tanda-tanda ajaib.
Pertanyaan Refleksi untuk Jemaat
- Dalam pergumulan hidup, apakah saya lebih sering mencari tanda atau mencari Tuhan?
- Apakah iman saya bergantung pada jawaban doa yang spektakuler, atau saya tetap percaya meski tidak ada tanda?
- Apa motivasi saya saat datang berdoa dan beribadah? Untuk mengenal Tuhan atau sekadar mencari solusi instan?
Kesimpulan
"Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui." (Yesaya 55:6)
Amin.
No comments:
Post a Comment