Saturday, January 9, 2021

SEJARAH BERDIRINYA GEREJA GMIT KALVARI MAUMERE


Persekutuan kecil jemaat di Sikka terjadi pada tahun 1935, yakni ketika Dominggus Haba dari Sabu datang di Maumere sebagai tukang emas bersama ketiga saudara perempuannya yakni Yuliana, Elisabeth, dan Martha Hege, yang kemudian bekerja di toko-toko cina dan menikah dengan keluarga-keluarga cina. Pada hari minggu, mereka beribadah di gereja Katolik St. Yoseph dan pada malam harinya mereka selalu berdoa dan membaca alkitab. Pada waktu itu datanglah pendeta Sapulete dari Ambon tahun 1937 dan memberi pengajaran yang sama dengan kekristenan yang berkembang di Ambon. Tetapi ketika ia melihat adanya kesempatan perkembangan komunitas jemaat kecil di Maumere, dia memutuskan untuk tidak pulang ke Ambon.

Pada tahun 1939, datanglah Benyamin Pandi bersana istri dan ketujuh anaknya dari Rote. Ia datang dalam tugas sebagai kepala kantor Pos. Pada tahun 1941, saiah seorang anaknya yang bernama Adriana menikah dengan Yakobus Da Silva, putra raja wilayah Nita. Karena hubungan dengan keluarga terpandang inilah maka mereka mendapatkan sebidang tanah yang strategis dari "Kota Putri" Sikka yakni di sebelah barat alun-alun kota dan kantor Pos didirikan di sebelah selatan tanah tersebut.

Pada tahun 1941, datanglah Robert Kaunang yang bekerja sebagai penuntut umum dan beberapa jumlah PNS yang bertugas di Maumere sehingga jumlah KK menjadi 10. Mereka biasanya beribadah di rumah keluarga Pandi pada hari selasa dan jumad. Kemudian beberapa jemaat lagi datang dari Timor, Alor, dan Sumba sehingga jumlah KK menjadi 30 dengan meliputi 100 anggota yang 63 sebagian besar berasal dari Sabu.

Benyamin Pandi meminta Pendeta dari Sinode dan pada tahun 1951 ditempatkan Pendeta Robert Tahun dari Oenlasi Timor sebagai pendeta pertama (1951-1960) yang pada waktu itu beramur 23 tahun. Dia tinggal dirumah penatua Pandi dan seluruh aktifitas keagamaan berlangsung di tempat itu, yakni : ibadah hari minggu, sekolah hari senin, pertemuan-pertemuan, dan pelajaran. Pada waktu itu, jemaat belum memiliki buku nyanyian dan alkitab dan suasana kekerabatan belum terlalu dirasakan. Jika pada tahun 1951 ada 30 KK maka pada akhir dekade itu, perkembangan jemaat telah mencapai 45 KK dengan 135 anggota. Untuk membiayai kelangsungan hidup, Pdt. Tahun mendapatkan izin untuk penjualan copra. Pdt. Tahun selalu bersepeda untuk mengunjungi jemaat-jemaat di daerah terpencil misalnya di Geliting yang jaraknya 7 km. Demikian juga ia menjajaki jarak serupa menuju Nele. Pdt. Tahun diakui umat katolik sebagai "saudara tertua". Pdt. Tahun sering pergi dengan banyak bertanya baik kepada pemimpin agama di kota maupun di seminari tinggi. Dia mencetak kartu-kartu natalnya di percetakan katolik di Ende. Dia pun selalu diundang dalam pertemuan-pertemuan Katolik

Pada tahun 1952, dibentuk panitia pembangunan sebuah gedung gereja. Pembangunan gedung gereja ini dibantu oleh orang-orang seperti I. H. Doko dari Kupang yang pada waktu itu adalah pimpinan Yayasan Pendidikan Kristen, dan Gubemur Singaraja Bali. Bantuan mereka seperti besi, semen dan paku-paku. Kerja sama dengan jemaat setempat dengan beberapa tetangga mereka yang katolik akhirnya berhasil membangun gedung gereja dengan ukuran 28 x 8 m2 dan diresmikan tahun 1957 yang dihadiri oleh tokoh-tokoh pemerintah dan tokoh agama katolik. Pada waktu itu juga dibuat rumah pelayan semi permanen di samping kantor pos. sementara jumlah jemaat makin bertambah banyak dengan hadirnya orang-orang yang bekerja pada kantor pemerintahan. Pada tahun 1960, Pdt. Tahun meninggalkan Maumere untuk kembali ke Kupang guna melengkapi studinya selama 3 tahun di STT Soe, Timor. la kemudian menikah dengan seorang pendeta wanita yang melayani di Jemaat Timor. Pada waktu itu belum ada kepala sekolah atau kepala desa yang perempuan. Inilah penghormatan GMIT atas perempuan.

Setelah kepindahan Pendeta Tahun, jemaat dilayani oleh beberapa pendeta berturut-turut yaitu : Pdt. M. Biaf (thn 1960-1964), Pdt. Y. D. Alle (thn 1964-1972). Pada zaman Pendeta Alle, kebaktian bukan saja di Maumere tapi juga di Geliting karena alasan jarak yang jauh. Kebaktian di sana diadakan di rumah Bapak Lasarus Lomi dengan jumlah 7 KK. Seluruh kegiatan pelayanan berjalan baik dan tahun 1972, Pdt. Alle dimutasikan yang digantikan oleh Pdt. Yulius Mone yang melayani hingga tahun 1979.

Pada tahun 1978, dibentuk sebuah panitia pembangunan gedung gereja baru, Pekerjaan pembangunan dilanjutkan pada masa Pdt. Woen melayani di tempat tersebut. Peletakan batu pertama dilakukan oleh bupati Daniel Woda Palle. Selanjutnya seluruh biaya pembangunan berasal dari swadaya jemaat setempat. Kemudian nama Gereja diganti dari iman, pengharapan, dan kasih menjadi Kalvari. Pada masa pelayanan Pdt. O. Bolle tepat pada tanggal 12 Desember 1992 terjadi gempa bumi dan tsunami yang melanda Maumere. Maka dibangun perumahan-perumahan baru oleh pemerintah baik untuk 5 keluarga miskin maupun untuk keluarga korban gempa yang rumahnya disapu tsunami, yang terletak 10 km sebelah barat kota Maumere yaitu di Nangahure. Perumahan tersebut bersifat permanen. Pemerintah juga membangun Gereja baru untuk ke 26 KK yang direlokasi. Gereja di Nangahure diresmikan pada bulan April 1994, kemudian tahun 1996 dibangun gereja baru yang permanen dengan dana swadaya jemaat melalui panitia pembangunan dalam jabatan Pdt. Bani. Akhirnya baru setelah itu dibangun juga sebuah gereja di Geliting. Perkembangan Gereja di Geliting demikian : setelah ada jemaat yang berbakti dari rumah kerumah di Geliting maka pada tahun 1990 ada kesepakatan untuk membeli tanah untuk membangun gedung kebaktian. Kemudian pada tahun 1999, diadakan pembangunan gedung baru menggantikan yang lama. Oleh berbagai kendala pemabangunan itu belum dilanjutkan. Tetapi pada tahun 2001/2002 setelah pergantian Pdt. Bani ke Pdt. L. L. Uli Loni-Tjung, S.Th dan Pdt. S. A. Uli Loni, S.Th diupayakan kelanjutan pembangunan yang selesai pada tahun 2005. perencanaan peresmiannya bersama pemekaran status Geliting menjadi mata jemaat. Gedung gereja tersebut sudah selesai dibangun tahun 2005, namun belum diresmikan.

Sejak tahun 1950-an dan 1960-an, banyak orang kristen memberikan suara otomatis kepada Parkindo, partai politik protestan. Partai ini dicurigai dalam keterlibatan dalam persengketaan pembunuhan besar-besaran tahun 1966 sehingga dalam beberapa tahun terjadi hubungan genting dengan katolik. Disamping itu, secara internal persekutuan jemaat makin berkembang dewasa. Pada tahun 1969 telah ada mejelis gereja yang dikepalai oleh Napoleon Therik, seorang komando polisi. Jumlah anggota berkembang menjadi 88 KK dengan 235 anggota yang dilayani oleh 3 penatua, 3 diaken dan 1 koster.

Pada tahun 1950-an dan 60an dewan-dewan gereja ingin bersatu. Pada tahun 1970an diadakan perayaan-perayaan oikumene. Tahun 1974 diadakan natal bersama di lapangan kota didepan gereja GMIT yang juga diikuti oleh umat katolik dan jemaat pantekosta. Namun peristiwa ini tidak menjadi peristiwa yang dilakukan secara berkelanjutan.

Ketika Bapak Pdt. Mesakh Ratu Woen ditetapkan menjadi pendeta di wilayah tersebut tahun 1979, ia membina kerja sama dengan tokoh agama di jemaat lokal St. Thomas Morus. Pertemuan diantara mereka ini dimulai dengan sharring isi alkitab, pertunjukan drama rohani, perayaan oikumene, dan pertukaran pembritaan firman pada hari minggu. Disamping itu juga di wilayah protestan dan basis komunitas katolik, mereka berdoa bersama-bersama dan saling membantu seorang dengan yang lainnya. Pdt. Mesakh menjalin hubungan baik dengan beberapa staf dan mahasiswa Seminari Tinggi Ledalero dan Ritaperet. Inilah yang memfasilitasi pertukaran tahunan dosen dan mahasiswa antara Ledalero dengan Fakultas Teologi Kupang sejak tahun 1976. perkembangan oikumene di Maumere ini tidak bertahan lama sejak dipindahkannya iman katolik tahun 1981 dan Pdt. Mesakh tahun 1982, yang pergi untuk study lanjut. Sejak dipindahkan, Pdt. Mesakh melanjutkan hubungan oikumene dari tempatnya di UKAW

Pada tahun 1982, Pdt. G. Eduart Sir dipindahkan dari Larantuka ke Maumere. Ketika ada umat katolik sakit, ia pergi mendoakan mereka. Ia pun merayakan paskah persatuan kristen dengan para seminarian katolik. Sejak tahun 1970an inisiatif persekutuan selalu dimulai dari komunitas minoritas. Suara pendeta ini di pemilihan umum tahun 1982 menjadikan dia sebagai orang yang dicurigai pemerintah karena tidak memberikan dukungan suara kepada Partai Golkar. Setelah 2 tahun, Pdt. Sir dipindahkan ke Ende menjadi ketua klasis (1983-1987).

Pada permulaan tahun 1980an, telah ada 187 KK dengan 530 anggota yang dilayani oleh 5 penatua dan 5 diaken. Pada saat itu terjadi kecurigaan pemakaian uang dan program pembangunan gereja baru yang lebih besar. Problem utama terletak pada sistim manajemen dan kejujuran. Pemecahan masalah ini dicapai dengan mengangkat 2 bendahara.

Pada tahun 1993, ditempatkan pendeta wanita pertama, ibu Ena Umpanawany yang melayani 395 KK dengan 1185 anggota. Ditempatkan juga seorang pendeta laki-laki beberapa tahun kemudian Pdt. Habel Pekaata. Namun keduanya tidak bisa bekerja sama, ada saling mencurigai dan tuduh menuduh sehingga mereka dipindahkan lagi ke tempat lain.

Jemaat wilayah ini terdapat 28 rayon : 2 di Nangahure. 22 di kota dan 4 diluar kota. Kemudian jemaat dilayani oleh Pdt. S. A. Uli Loni, S.Th  dan Pdt. L. L. Uli Loni-Tjung, S.Th, dan melayani 487 KK dengan 2.250 anggota dari jumlah dengan perincian penduduk 236.220 umat, 20.045 muslim. Banyak orang-orang protestan yang bekerja sebagai PNS, guru, pegawai bank, polisi, tentara, bisnis, dokter dan pedagang. Banyak dari antara mereka yang berpartisipasi dalam ibadah.

Secara singkat, pendeta-pendeta yang pernah melayani di jemaat wilayah Sikka yakni:

  1. Tahun 1937-1951, Pdt. W. Sapulete

  2. Tahun 1951-1960, Pdt. Robert Tahun

  3. Tahun 1960-1964, Pdt M. Biaf

  4. Tahun 1964-1972, Pdt Y. D. Alle

  5. Tahun 1973-1979, Pdt. Yulius Mone

  6. Tahun 1979-1982, Pdt. M. R. Woen, S.Th

  7. Tahun 1982-1983, Pdt. G. E. Sir, SmTh

  8. Tahun 1984-1989, Pdt. Ch. Oematan, S.Th

  9. Tahun 1989-1993, Pdt. Obeth Bolle, S.Th

  10. Tahun 1993-1996, Pdt. M.B. Umpanawany S.Th & Pdt. Habel Pekaata,S. Th

  11. Tahun 1996-2001, Pdt. Th. Bani, S.Th

  12. Tahun 2001-sekarang, Pdt. L. L. Uli Loni-Tjung, S.Th, dan Pdt. S. A. Uli Loni, S.Th dan kemudian ditempatkan 2 pendeta baru untuk diperbantukan di Mata Jemaat Efatha Geliting : yaitu Pdt. Zet Sabu Bayang, S.Th. ( sejak 22 Januari 2006 ) dan Mata Jemaat Sion Nangahure : yaitu Pdt. Dhyana D. D. Babys-Funu,S.Si ( 8 Januari 2006 ).

  13. Tahun 2008-2012 Pdt Kristoforus Sunur, S.Th.

  14. Tahun 2008-2013 Pdt. Jeky F.Latupeirissa, S.Th

  15. Tahun 2011 -2013 Pdt. Mariana E. Taunu-Taopan, S.Th

  16. Tahun 2013-2017, Pdt. Marthen S.T.A. Tubatonu,S.Th & Pdt. Damaris Y. T. Hittu,S.Th

  17. Tahun 2017, Pdt. Paulina Koy-Adu, S.Th dan Pdt. Nini Mandira Lani - Sir, S.Th

  18. Tahun 2019, Pdt. Dhyana D. D. Babys-Funu, S.Si

Pada tanggal 12 Desember 1992 terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat sehingga memporak-porakkan bumi Man Sikka yang memakan korban jiwa dan juga harta benda, berupa bangunanan dll, termasuk bangunan pastori Gereja, maka pada tahun 1993 Majelis Jemaat membentuk panitia untuk membangun pastori yang sekarang dinamakan Pastori I yang ditempati Wakil Ketua II Waktu terus berjalan sampai dengan sekarang karena Jemaat GMIT Kalvari Maumere di layani 3 orang Pendeta, maka Majelis Jemaat membentuk Panitia untuk membangun 2 pastori yaitu pastori 2 dan pastori 3 yang dibangun sejak tahun 2018 dan telah selesai pada Desember 2020. Pastori 2 di tempati Ketua Majelis Jemaat dan pastori 3 ditempati Wakil Ketua I. Jemaat Kalvari Maumere memiliki Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini yang dibangun sejak tahun 2016 dan bernaung dibawah Yayasan Pendidikan Kristen Nusa Bunga Flores. Bpk. Wellem Mury menjadi kepala sekolah Tahun 2018-2020 dan tahun 2020- sekarang kepala sekolah dijabat oleh Bpk. Titon Mkolai Nau, dibantu dengan 3 orang tenaga pengajar yakni Ibu Maria Hekin Taopan, Ibu Merry Asnayeni kana dan Ibu Yuliana Nirmawati Taopan. Hingga Tahun 2020 jumlah siswa/i PAUD Kalvari

Seiring dengan perkembangan pertambahan anggota Jemaat dan daya tampung gedung gereja yang relatif kecil, maka Majelis Jemaat Kalvari Maumere membentuk Panitia Pembangungan Gedung Gereja yang diketuai oleh Bapak Petrus K. Alubel. Pembangunan gedung gereja dilaksanakan pada tahun 2005 dan diresmikan pada tanggal 25 Mei 2014 bersamaan dengan kegiatan Konven Pendeta Sinode GMIT yang dihadiri para Pendeta dari 44 Klasis dalam lingkup pelayanan Sinode GMIT. Pada tahun 2020, Jemaat GMIT Kalvari Maumere menjadi tuan rumah Sidang Klasis Istimewa Flores IV dan Sidang Majelis Klasis Flores X yang pelaksanaannya berlangsung pada tanggal 4 s.d. 8 Maret 2020, dimana kebaktian pembukaan dan penutupan sidang berlangsung di gedung gereja Kalvari, sedangkan pelaksanaan sidang berlangsung di Aula Hotel Lokaria Indah yang diikuti oleh perwakilan dari 13 jemaat di Klasis Flores.


No comments:

Post a Comment