Tuesday, March 18, 2025

MEMANDANG YESUS YANG TERTIKAM

Bacaan: Yohanes 19:34-37


Pendahuluan

Ketika kita membaca kisah penyaliban Yesus, ada satu peristiwa yang sangat menyayat hati: seorang prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak, dan seketika itu keluar darah dan air. Peristiwa ini bukan hanya suatu tindakan fisik, tetapi juga memiliki makna teologis yang sangat dalam. Dalam tema kita hari ini, "Memandang Yesus yang Tertikam," kita akan merenungkan apa arti peristiwa ini bagi kita sebagai umat percaya.


Isi Renungan

Dalam Yohanes 19:34-37, kita melihat bagaimana Yesus yang telah mati di kayu salib masih mengalami penderitaan, yaitu ditikam dengan tombak oleh seorang prajurit. Hal ini digenapi dalam nubuat di Zakharia 12:10, di mana Tuhan berfirman bahwa mereka akan memandang Dia yang telah mereka tikam dan meratapinya.

Mengapa Yesus Menjadi Tujuan Pemandangan Orang Waktu Itu?

  1. Penggenapan Nubuat

    • Peristiwa penikaman Yesus bukanlah suatu kejadian kebetulan, melainkan penggenapan dari nubuat yang telah disampaikan dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam Zakharia 12:10 yang berbunyi: "Mereka akan memandang kepada-Ku yang telah mereka tikam, dan mereka akan meratapi Dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi-Nya dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung." Ayat ini secara langsung merujuk kepada penderitaan dan kematian Mesias yang akan datang. Ketika seorang prajurit Romawi menikam lambung Yesus dengan tombak (Yohanes 19:34-37), darah dan air mengalir keluar, mengonfirmasi bahwa Yesus benar-benar telah mati. Yohanes, yang menyaksikan peristiwa ini, menegaskan bahwa hal itu terjadi sebagai penggenapan nubuat, membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah bagi umat-Nya.
    • Lebih jauh, nubuat ini menunjukkan bahwa Mesias bukan hanya seorang raja yang berkuasa, tetapi juga Hamba yang menderita. Penikaman-Nya menjadi tanda penolakan dunia terhadap-Nya, namun sekaligus membuka jalan bagi penebusan dosa manusia. Seperti yang dinubuatkan dalam Yesaya 53:5, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita..." Peristiwa ini menegaskan bahwa penderitaan Yesus telah dirancang dalam rencana keselamatan Allah sejak semula, dan setiap detailnya menggenapi kehendak ilahi yang telah dinyatakan dalam Kitab Suci. Oleh karena itu, penikaman Yesus bukan hanya sebuah kejadian historis, tetapi juga memiliki makna teologis yang mendalam, yaitu bahwa dalam penderitaan dan kematian-Nya, Yesus menyatakan kasih Allah yang sempurna bagi dunia dan membuka jalan bagi keselamatan setiap orang yang percaya kepada-Nya

  2. Pusat Perhatian di Kayu Salib

    • Orang Yahudi, prajurit Romawi, murid-murid, dan para perempuan yang mengikuti Yesus semuanya menyaksikan penderitaan-Nya. Mereka yang menyalibkan-Nya melihat-Nya sebagai seorang yang terhukum, sementara para murid melihat-Nya sebagai Juruselamat.
    • Ketika Yesus tergantung di kayu salib, Ia menjadi pusat perhatian bagi berbagai kelompok orang yang menyaksikan peristiwa itu. Bagi orang Romawi, penyaliban adalah bentuk hukuman yang umum digunakan untuk menghukum para pemberontak dan penjahat berat. Mereka melihat Yesus tidak lebih dari seorang terhukum yang dihukum mati secara hina di hadapan publik. Para prajurit yang bertugas di sana hanya menjalankan perintah, bahkan mereka sempat mengejek-Nya, memberikan anggur asam, dan membuang undi atas jubah-Nya (Matius 27:35-36). Mereka tidak memahami siapa Yesus sebenarnya, hingga akhirnya kepala pasukan berkata, "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" (Markus 15:39), setelah melihat bagaimana Yesus menyerahkan nyawa-Nya dengan cara yang luar biasa.

      Di sisi lain, bagi murid-murid Yesus, salib adalah titik penderitaan dan keputusasaan. Mereka yang sebelumnya mengikuti Yesus dengan harapan bahwa Ia adalah Mesias yang akan membebaskan Israel, kini melihat-Nya mati dengan cara yang begitu tragis. Murid-murid yang sebelumnya begitu dekat dengan-Nya, seperti Petrus, bahkan ketakutan dan menyangkal Yesus (Lukas 22:61-62). Hanya sedikit dari mereka yang berani tetap berada di dekat salib, seperti Yohanes dan beberapa perempuan, termasuk Maria ibu Yesus dan Maria Magdalena (Yohanes 19:25-27). Mereka memandang salib dengan kesedihan yang mendalam, mungkin dengan rasa bingung dan kecewa, karena harapan mereka seolah hancur. Namun, mereka belum menyadari bahwa di balik penderitaan itu, salib justru menjadi alat kemenangan Allah atas dosa dan kematian.

      Dari perspektif yang lebih luas, kayu salib bukan hanya menjadi pusat perhatian secara fisik, tetapi juga secara rohani dan teologis. Secara rohani, darah dan air yang keluar dari tubuh-Nya melambangkan keselamatan dan pemurnian, penderitaan-Nya menjadi bukti kasih yang luar biasa, dan itu mengingatkan kita untuk hidup dalam pertobatan dan ketaatan kepada-Nya. Darah melambangkan penebusan dan air melambangkan kelahiran baru. Secara teologis, peristiwa ini menggenapi nubuat, menegaskan Yesus sebagai Mesias, dan menunjukkan keadilan serta kasih Allah dalam penebusan dosa. Di atas kayu salib, kasih dan keadilan Allah bertemu; penghukuman atas dosa manusia ditimpakan kepada Yesus (bentuk keadilan Allah)  tetapi melalui penderitaan-Nya, jalan keselamatan dibuka bagi semua orang yang percaya kepada-Nya (Yohanes 3:16) adalah bentuk kasih Allah. Apa yang tampaknya merupakan momen kehinaan dan kegagalan ternyata menjadi puncak kemenangan rencana keselamatan Allah, yang kemudian dinyatakan dalam kebangkitan-Nya. 

  3. Penderitaan dan Penebusan

    • Salib adalah tempat di mana kasih Allah dan keadilan-Nya bertemu. Yesus yang tidak berdosa menanggung dosa manusia. Ini adalah peristiwa yang paling monumental dalam sejarah keselamatan.
    • Di kayu salib, kasih dan keadilan Allah bertemu dalam cara yang sempurna:

      1. Keadilan Allah dipenuhi di salib

        • Yesus, yang tidak berdosa, menanggung hukuman yang seharusnya kita terima.
        • Yesaya 53:5 – "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh."
        • Hukuman dosa tidak dihapus begitu saja, tetapi ditimpakan kepada Yesus, yang menjadi pengganti kita.
      2. Kasih Allah dinyatakan di salib

        • Allah memberikan Anak-Nya sendiri untuk mati bagi kita.
        • 1 Yohanes 4:9-10 – "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita."
        • Kasih Allah tidak membiarkan kita tetap dalam dosa, tetapi memberikan keselamatan bagi kita.

Beberapa makna dari peristiwa ini:

  1. Pengorbanan Sempurna – Darah dan air yang keluar dari lambung Yesus melambangkan penebusan yang sempurna. Darah berbicara tentang pengorbanan untuk pengampunan dosa, sementara air melambangkan penyucian rohani bagi kita.

  2. Penyataan Kasih Allah – Tindakan ini membuktikan betapa besar kasih Allah kepada manusia. Yesus bukan hanya mati, tetapi tubuh-Nya juga ditikam, menunjukkan penderitaan yang luar biasa demi menebus dosa kita.

  3. Panggilan untuk Bertobat–Setiap kali kita melakukan dosa, sebenarnya kita telah ikut mencambuk, menyalibkan dan menikam hati Tuhan Yesus yang Maha Kudus dan Maha Kasih. Kita dipanggil untuk menyadari akan kesalahan dan dosa kita dan dipanggil untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. 

Implikasi dalam Kehidupan Jemaat

  1. Jangan Menyakiti Sesama – Jika kita menyadari betapa besar penderitaan Yesus, kita harus belajar untuk hidup dalam kasih dan tidak mudah menyakiti orang lain.

  2. Hindari Sikap Menghina dan Menghakimi – Yesus dihina dan diejek sebelum ditikam. Sebagai pengikut-Nya, kita harus belajar untuk tidak menghina atau merendahkan orang lain.

  3. Menjadi Pembawa Kasih dan Pengampunan – Yesus tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Dia mengampuni mereka yang menyakiti-Nya. Kita dipanggil untuk hidup dalam pengampunan dan tidak menyimpan dendam.Pertanyaan Refleksi

    1. Apakah saya masih hidup dalam dosa yang menyakiti hati Tuhan?

    2. Bagaimana sikap saya ketika dihina atau disakiti oleh orang lain? Apakah saya membalas dengan kasih atau dengan amarah?

    3. Apa yang dapat saya lakukan untuk lebih mencerminkan kasih Yesus dalam kehidupan sehari-hari?

Kesimpulan

Salib adalah bukti terbesar bahwa Allah itu adil dan penuh kasih. Keadilan-Nya menuntut hukuman atas dosa, tetapi kasih-Nya menyediakan jalan keluar melalui Yesus Kristus. Oleh karena itu, setiap kali kita memandang salib, kita harus mengingat bahwa di sanalah kasih dan keadilan Allah bertemu demi keselamatan kita.

 

No comments:

Post a Comment