Pendahuluan
Dalam struktur gereja Kristen Protestan, jabatan diaken memiliki posisi penting sebagai pelayan yang meneladani Kristus dalam hal kerendahan hati dan pengabdian. Banyak gereja memahami diaken sebagai “tangan kasih” dari jemaat, yang menyalurkan perhatian dan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Namun, untuk memahami fungsi diaken secara tepat, kita perlu menelusuri dasar Alkitabiah, peran dan tanggung jawabnya, serta kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang diaken.
Dasar Alkitabiah tentang Diaken
Istilah diaken berasal dari kata Yunani diakonos, yang berarti “pelayan” atau “hamba.” Konsep ini pertama kali muncul dalam Kisah Para Rasul 6:1–6, ketika para rasul memilih tujuh orang untuk melayani meja, agar para rasul sendiri dapat tetap fokus pada doa dan pelayanan firman. Peristiwa ini menjadi model awal jabatan diaken dalam gereja.
Rasul Paulus kemudian memberikan kriteria khusus bagi diaken dalam 1 Timotius 3:8–13. Diaken disebut harus “terhormat, jangan bercabang lidah, jangan peminum, jangan serakah, tetapi memegang rahasia iman dengan hati nurani yang murni.”
Dengan demikian, secara Alkitabiah, jabatan diaken bukanlah jabatan administratif semata, tetapi sebuah pelayanan rohani yang lahir dari iman yang murni dan kasih yang tulus kepada Kristus.
Peran dan Tanggung Jawab Diaken
Peran diaken dapat dipahami sebagai perpanjangan tangan gereja dalam melayani jemaat secara praktis. Jika penatua berfokus pada pengajaran dan penggembalaan rohani, maka diaken lebih banyak terlibat dalam pelayanan kasih dan kesejahteraan jemaat. Berdasarkan Kisah Para Rasul 6:1–6 dan prinsip pelayanan gereja, peran dan tanggung jawab diaken mencakup hal-hal berikut:
Pelayanan Kebutuhan Jemaat (Diakonia):
Menolong anggota jemaat yang miskin, sakit, lansia, atau mengalami kesulitan hidup. Diaken menyalurkan kasih Kristus dalam bentuk tindakan nyata.Pengelolaan Dana dan Aset Gereja (Oikonomia):
Mengelola dana sosial, bantuan, dan sumber daya gereja secara jujur dan bertanggung jawab, memastikan semua pelayanan dijalankan dengan integritas.Membangun Persekutuan (Koinonia):
Mendorong dan memelihara kebersamaan dalam jemaat, menjadi jembatan yang mempererat hubungan antaranggota gereja.Kesaksian Hidup (Marturia):
Melalui kehidupan dan pelayanan yang rendah hati, diaken menjadi saksi kasih Kristus di tengah masyarakat.Pelayanan Liturgis (Liturgia):
Membantu dalam ibadah, seperti pengumpulan persembahan, pelayanan Perjamuan Kudus, dan mendukung kegiatan rohani gereja.
Dengan demikian, diaken melayani di lima ranah utama panca pelayanan gereja: koinonia, diakonia, marturia, liturgia, dan oikonomia.
Kualifikasi Seorang Diaken
Rasul Paulus menjelaskan kualifikasi diaken dalam 1 Timotius 3:8–13. Dari ayat-ayat tersebut, beberapa prinsip penting dapat disarikan:
- Karakter yang Terhormat:
Seorang diaken harus memiliki reputasi yang baik di dalam dan di luar jemaat. - Integritas dan Kejujuran:“Jangan bercabang lidah” (tidak munafik) dan “jangan serakah.” Ini menandakan kejujuran dalam perkataan dan pengelolaan keuangan.
- Kedewasaan Rohani:Diaken harus memegang “rahasia iman dengan hati nurani yang murni,” artinya memiliki pemahaman iman yang benar dan hidup sesuai kebenaran itu.
- Stabilitas Keluarga:“Suami dari satu istri dan mengatur anak-anak serta rumah tangganya dengan baik.” Ini menunjukkan tanggung jawab moral dan keteladanan di rumah tangga.
- Teruji dalam Pelayanan:Sebelum dilantik, seorang diaken harus terbukti setia dan layak dipercaya dalam pelayanan (1 Tim. 3:10).
Apa yang Mendiskualifikasi Jabatan Diaken
Sebagaimana kualifikasi menjadi syarat pengangkatan, maka pelanggaran terhadapnya dapat mendiskualifikasi seorang diaken dari jabatannya. Beberapa hal yang mendiskualifikasi antara lain:
- Kehilangan Integritas dan Kejujuran:Diaken yang diketahui berbohong, menyalahgunakan keuangan, atau tidak transparan telah menyalahi panggilan pelayanannya (Ams. 11:3).
- Kehidupan Moral yang Tidak Kudus:Hidup dalam dosa seksual, mabuk-mabukan, atau perilaku yang mencemarkan nama baik gereja meniadakan kesaksian hidup sebagai pelayan Kristus (1 Tim. 3:8–12).
- Sikap Tidak Tunduk pada Kepemimpinan Gereja:Seorang diaken yang memberontak terhadap otoritas rohani atau menimbulkan
- Penyalahgunaan Jabatan untuk Kepentingan Pribadi:Bila pelayanan dijalankan demi ambisi pribadi, keuntungan finansial, atau pengaruh sosial, maka jabatan itu kehilangan makna rohaninya (1 Ptr. 5:2–3).
Penutup
Jabatan diaken adalah panggilan yang luhur—panggilan untuk melayani, bukan dilayani. Gereja yang memiliki diaken yang tulus dan setia akan menjadi gereja yang hidup dalam kasih dan kesaksian Kristus yang nyata. Seperti yang dikatakan Yesus:
“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.”
(Markus 10:43)
Daftar Pustaka Singkat
- Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), 1 Timotius 3:8–13; Kisah Para Rasul 6:1–6.
- John Stott, The Message of Acts (IVP, 1990).
- Wayne Grudem, Systematic Theology (Zondervan, 1994).
- Edmund Clowney, The Church (IVP, 1996).
- Louis Berkhof, Systematic Theology (Eerdmans, 1996).

No comments:
Post a Comment