Monday, April 21, 2025

DAMAI SEJAHTERA KRISTUS DI TENGAH KELUARGA


Bacaan Alkitab : Yohanes 20 : 1-20 dan 24-29 
Tema : Damai Sejahtera Kristus di Tengah Keluarga
Oleh : Pdt. Yeni Sofiany Isliko, S.Si

PENDAHULUAN

Paskah adalah puncak dari karya keselamatan Allah. Ia menandai kemenangan Kristus atas maut dan dosa, serta menjadi penggenapan janji Allah bahwa hidup tidak berakhir di kubur. Kebangkitan Kristus bukan hanya peristiwa historis, tetapi peristiwa rohani yang membawa transformasi dalam hidup orang percaya.

Kebangkitan ini membawa satu anugerah besar: damai sejahtera dari Allah. Dalam Yohanes 20, setelah Yesus bangkit, kalimat pertama yang Ia ucapkan kepada murid-murid-Nya adalah: “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yohanes 20:19, 21, 26). Itu bukan sekadar salam biasa. Itu adalah pernyataan ilahi bahwa Kristus kini hadir untuk menenangkan hati yang resah, menguatkan yang takut, dan menyatukan yang retak—termasuk dalam konteks keluarga.


ISI KHOTBAH

1. Apa Itu Damai Sejahtera Kristus?

Damai sejahtera dalam bahasa Ibrani disebut Shalom. Artinya bukan hanya tidak ada konflik, tapi sebuah keadaan penuh, utuh, harmonis, dan seimbang secara spiritual, emosional, dan sosial. Damai sejahtera Kristus bukan berasal dari keadaan, melainkan dari kehadiran-Nya.

Dalam Yohanes 20, kita melihat bahwa para murid diliputi ketakutan, kekacauan batin, kehilangan arah setelah kematian Yesus. Tapi kebangkitan-Nya membawa Shalom—ketenangan dan harapan baru.

2. Damai Sejahtera di Tengah Keluarga

Keluarga adalah tempat utama di mana damai sejahtera Kristus seharusnya nyata. Tapi sayangnya, keluarga juga bisa menjadi tempat konflik, pertengkaran, kesalahpahaman, dan luka batin. Mengapa damai sejahtera dalam keluarga bisa hilang?

  • Kehilangan orang yang dikasihi: seperti para murid kehilangan Yesus, kematian anggota keluarga bisa memicu duka mendalam dan relasi yang renggang.

  • Ketakutan akan masa depan: tekanan ekonomi, pendidikan anak, dan kesehatan bisa membuat keluarga tidak lagi mengalami damai sejahtera.

  • Kurangnya komunikasi: ketika anggota keluarga tidak lagi saling terbuka, hubungan menjadi dingin dan formalitas semata.

  • Saling menjatuhkan, bukan saling mendukung: hubungan penuh kritik dan tekanan membuat keluarga menjadi tempat yang tidak aman secara emosional.

Tetapi Yesus datang ke tengah murid-murid yang ketakutan dan bingung, dan Ia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu.” (Yoh. 20:19). Itu adalah penegasan bahwa dalam Kristus, damai bisa dipulihkan.

3. Kebangkitan Kristus Membawa Damai Sejahtera ke Tengah Keluarga

  • Kebangkitan Yesus menunjukkan bahwa kematian dan kehilangan bukanlah akhir. Ia hidup, dan Ia hadir dalam setiap ruang keluarga yang hancur.

  • Yesus menampakkan diri secara pribadi kepada Tomas yang meragukan. Ini menunjukkan bahwa setiap anggota keluarga, bahkan yang sedang ragu atau terluka, tetap dikunjungi oleh kasih Kristus.

  • Ketika keluarga menjadikan Kristus sebagai pusat, maka kedamaian bukan hanya cita-cita, tetapi kenyataan.

4. Menjadikan Tuhan sebagai Pusat Keluarga

Bagaimana caranya membawa damai Kristus ke dalam keluarga?

  • Membangun kebiasaan doa keluarga. Mulailah dengan hal sederhana: doa malam bersama, saling mendoakan sebelum tidur.

  • Merenungkan firman bersama. Jadikan rumah sebagai tempat firman Tuhan tinggal.

  • Membangun komunikasi terbuka dan kasih. Belajar mendengar tanpa menghakimi, memberi ruang bagi semua anggota keluarga untuk bertumbuh.

  • Saling mendukung, bukan saling menyalahkan. Keluarga bukan tempat mencari kesempurnaan, tetapi tempat saling menopang dalam kasih Kristus.

Paskah jangan hanya jadi perayaan formal tahunan. Jadikan Paskah sebagai momen pembaruan keluarga. Rayakan hidup yang baru dalam Kristus dengan komitmen membangun damai sejahtera di rumah.

IMPLIKASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

  • Ketika konflik muncul, ingat bahwa Kristus hadir dengan damai-Nya. Jangan bereaksi dengan emosi, tapi tenangkan diri dalam doa.
  • Belajarlah mengampuni sebagaimana Kristus mengampuni murid-murid yang meninggalkan-Nya.
  • Jadikan rumah sebagai tempat keselamatan, bukan tekanan. Atmosfer rumah yang teduh berasal dari hati yang dipenuhi damai Kristus.
  • Jangan tunggu keluarga ideal untuk mulai berubah—mulailah dari dirimu sendiri.

PERTANYAAN REFLEKSI

  1. Apakah keluarga saya saat ini sedang mengalami damai sejahtera Kristus?

  2. Apa yang menjadi penghalang damai di tengah keluarga kami?

  3. Apakah saya sudah menjadi pembawa damai atau justru pemicu konflik di rumah?

  4. Apa satu langkah konkrit yang bisa saya lakukan minggu ini untuk membawa damai Kristus ke dalam keluarga?

PENUTUP

Saudara-saudari terkasih, Paskah bukan hanya peristiwa masa lalu. Paskah adalah kekuatan hari ini. Kristus yang bangkit hadir di ruang-ruang rumah kita yang kacau dan berkata:
“Damai sejahtera bagi kamu.”

Mari izinkan damai-Nya memulihkan, menyatukan, dan menguatkan setiap keluarga. Mari jadikan rumah kita tempat Kristus dimuliakan, dan damai sejahtera-Nya menjadi nyata setiap hari.

Amin.

Sunday, April 20, 2025

"PENDERITAAN DAN KEMATIAN YANG MEMULIHKAN"


Bacaan Alkitab :  Markus 15 : 20B-41
Tema : Penderitaan dan Kematian yang Mengubah/Memulihkan
Oleh : Pdt. Ferluminggus Bako, S.Th
Ibadah Jumat Agung, 18 April 2025 di Gereja GMIT Kalvari Maumere


1. Pendahuluan:

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Beberapa waktu lalu, beredar kisah yang sangat menyedihkan di media. Seorang ibu muda hendak melahirkan di sebuah rumah sakit daerah. Sayangnya, tidak ada dokter anestesi yang bertugas saat itu. Sang ibu mengalami komplikasi berat dan tidak bisa ditolong. Dalam waktu singkat, sang ibu dan bayinya meninggal dunia. Suami dan keluarga yang menunggu di luar hanya bisa menangis melihat kenyataan pahit ini.

Peristiwa kematian ibu dan anak ini akhirnya menjadi polemik di masyaakat, semua pihak bereaksi keras dan kecaman. Namun dibalik peristiwa ini akhirnya pihak yang berwenang akhirnya mencari solusi untuk mendatagkan dokter mengatasi masalah ini sehingga penderiataan yang dialami masyarakat paling tidak bisa diatasi.

Apa yang mereka alami adalah bentuk nyata dari penderitaan dan kematian yang menghancurkan harapan dan menggores hati begitu dalam. Namun hari ini kita akan melihat penderitaan dan kematian Yesus, yang berbeda. Kematian-Nya tidak menghancurkan harapan, tapi justru memulihkan dan mengubahkan hidup manusia. Mari kita renungkan bersama.

2. Isi Khotbah

a. Apa itu Penderitaan?

Penderitaan adalah segala bentuk rasa sakit, kehilangan, tekanan batin, luka fisik atau emosional yang dialami oleh manusia.
Contohnya:

  • Anak yang kehilangan orang tua dalam kecelakaan.

  • Seseorang yang menderita penyakit kronis.

  • Seorang remaja yang dijauhi karena kondisi mentalnya.

Penderitaan bisa merusak, tapi dalam tangan Tuhan, penderitaan bisa dipakai untuk membentuk dan memulihkan.

b. Apa itu Kematian?

Kematian adalah akhir dari kehidupan jasmani. Tapi kematian juga bisa berarti perpisahan, kehancuran harapan, atau pemisahan dari kasih dan relasi.
Contohnya:

  • Kematian karena penyakit.

  • Kematian di medan perang.

  • Kematian yang tak terduga akibat kecelakaan.

Namun, kematian Yesus bukan akhir cerita, tapi awal dari pemulihan besar bagi dunia.

c. Penderitaan dan Kematian Yesus Kristus (Markus 15:20b–41)

Perikop ini menggambarkan momen paling kelam dalam hidup Yesus:

  • Ia dipermalukan, dipukul, dipaku di kayu salib.

  • Ia disalibkan di antara para penjahat.

  • Dihina oleh para imam, orang yang lewat, bahkan oleh para penyamun.

  • Ia berteriak, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

  • Dan akhirnya, Ia menyerahkan nyawa-Nya.

Namun, melalui penderitaan ini, terjadi pemulihan spiritual terbesar sepanjang sejarah—dosa manusia ditebus, hubungan dengan Allah dipulihkan.

d. Uraian Teologis dari Markus 15:20b–41

  • Yesus tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga secara rohani—ditinggalkan oleh Bapa demi menanggung dosa manusia.

  • Kematian-Nya mengoyakkan tabir Bait Suci (ayat 38)—simbol bahwa pemisahan antara manusia dan Allah telah dihancurkan. Kita semua sekarang bisa masuk ke hadirat Allah tanpa perantara imam besar.

  • Kematian-Nya menjadi jalan keselamatan yang terbuka bagi semua orang—termasuk mereka yang dianggap tidak layak.

e. Tokoh-tokoh dalam Markus 15:20b–41

  1. Para prajurit Romawi
    Mereka awalnya menghina, namun kepala pasukan akhirnya berkata, “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah.”
    ➤ Ada benih pemulihan dalam pengakuan itu.

  2. Simon dari Kirene
    Dipaksa memikul salib Yesus.
    ➤ Bisa jadi momen ini mengubah hidupnya dan keluarganya (lihat Kisah Para Rasul & tradisi gereja awal).

  3. Orang-orang yang lewat
    Mereka menghina dan meremehkan.
    ➤ Mereka belum mengalami pemulihan, karena masih tertutup oleh kesombongan dan ketidaktahuan.

  4. Imam-imam kepala dan ahli Taurat
    Mereka mengejek, “Biarlah Allah menyelamatkan Dia.”
    ➤ Mereka tidak mengalami pemulihan karena hati mereka keras dan menolak kebenaran.

  5. Para penyamun
    Dalam Injil lain (Lukas 23), salah satu penyamun akhirnya bertobat dan Yesus berkata, “Hari ini juga engkau akan bersama Aku di Firdaus.”
    ➤ Ini adalah contoh pemulihan penuh melalui pengakuan dan pertobatan.

  6. Para perempuan yang mengikut Yesus
    Mereka tetap setia, menyaksikan penderitaan dan kematian-Nya dari jauh.
    ➤ Kasih dan kesetiaan mereka menjadi bukti hati yang siap dipulihkan dan melayani.

3. Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

  • Penderitaan hidup bukanlah akhir cerita. Dalam Kristus, penderitaan bisa dipakai untuk menyucikan, membentuk, dan memulihkan kita.

  • Kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Karena Kristus telah mengalahkan maut, kita punya harapan hidup kekal.

  • Pemulihan bisa terjadi untuk siapa saja, bahkan bagi mereka yang pernah berdosa atau menghina Tuhan.

  • Kita diajak untuk terbuka terhadap karya salib, agar kita juga mengalami pemulihan seperti kepala pasukan, penyamun, dan para perempuan itu.

4. Pertanyaan Refleksi

  1. Apa bentuk penderitaan yang sedang saya alami saat ini?

  2. Apakah saya percaya bahwa Yesus sanggup memakai penderitaan itu untuk memulihkan saya?

  3. Seperti siapa saya dalam perikop ini—prajurit yang akhirnya mengaku, atau imam yang tetap keras hati?

  4. Apakah saya sudah sungguh percaya kepada karya salib Yesus dan menyerahkan hidup saya kepada-Nya?

5. Penutup

Saudara-saudari,

Penderitaan dan kematian sering kali membuat kita merasa tidak berdaya. Tapi salib Kristus membalikkan semua itu. Dari penderitaan lahir pemulihan. Dari kematian lahir hidup yang baru. Maka, marilah kita membuka hati kita kepada Yesus, agar salib-Nya tidak hanya menjadi simbol, tetapi menjadi kuasa yang hidup dalam diri kita—yang menyembuhkan, memulihkan, dan mengubahkan hidup kita selamanya.

Amin.

Sunday, April 13, 2025

MISI PERDAMAIAN SEJATI

Ibadah minggu 13 April 2025
Oleh Ferluminggus Bako, S.Th
Bacaan Alkitab : Matius 21 : 1-11


Pendahuluan: Dunia yang Tidak Baik-Baik Saja

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,

Dunia tempat kita tinggal hari ini sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Kita melihat dan mendengar ancaman perang nuklir yang menegangkan hubungan antarbangsa. Perang dagang antara negara-negara adikuasa membuat ekonomi dunia goyah, dan krisis kemanusiaan terus berlangsung di banyak wilayah konflik, seperti di Timur Tengah. Semuanya ini menunjukkan betapa dunia haus akan damai.

Namun, gejolak tidak hanya terjadi di tingkat global. Di ruang lingkup yang lebih kecil, di tanah kita sendiri—di Kabupaten Sikka—kita menyaksikan persoalan serius: tidaknya tersedia dokter anestesi di rumah sakit daerah. Ini bukan hanya menjadi krisis layanan kesehatan, tetapi juga menjadi api yang menyulut perpecahan sosial.

Pro dan kontra pun muncul. Masyarakat terbagi. Ada yang menyalahkan pemerintah daerah, ada yang menyalahkan rumah sakit, ada pula yang menyalahkan kelompok tertentu. Media sosial dipenuhi narasi saling menyalahkan, bahkan ujaran kebencian dan ancaman. Situasi ini menunjukkan bahwa ketiadaan damai bukan hanya karena konflik bersenjata, tetapi juga karena hati yang kehilangan kasih dan kelembutan.

Dalam konteks seperti inilah, kita diundang untuk merenungkan misi perdamaian sejati, seperti yang dicontohkan oleh Yesus Kristus dalam perikop Matius 21:1–11.


Isi Renungan

1. Makna Alkitabiah: Yesus Masuk Yerusalem dalam Keadaan Tidak Damai

Perikop ini menggambarkan Yesus memasuki Yerusalem menjelang Paskah. Yerusalem bukan kota biasa—ini adalah pusat ibadah umat Yahudi, simbol kekudusan dan perjumpaan dengan Allah. Namun ironisnya, tempat ini tidak dalam keadaan damai. Di balik megahnya Bait Allah, terdapat ketidakadilan, penindasan oleh penguasa agama, dan hipokrisi spiritual.

Yesus memasuki kota itu bukan dengan kuda perang atau unta kebesaran, tetapi dengan seekor keledai muda. Ini bukan kebetulan. Ini adalah penggenapan nubuat Zakharia 9:9 yang berbunyi:
"Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai."

Keledai muda itu belum pernah ditunggangi siapa pun—tanda bahwa ia tidak bercela dan dikhususkan untuk misi suci. Kedatangan Yesus ke Yerusalem bukan untuk memperkuat kekuasaan politik, melainkan untuk menyatakan damai Allah yang sejati.

2. Makna Teologis: Perdamaian Sejati Menanggalkan Kebesaran

Dalam teologi kerajaan Allah, damai bukan datang dari senjata atau kekuatan militer, melainkan dari kerendahan hati dan kasih yang tulus. Yesus bisa saja datang dengan kuda putih dan rombongan prajurit malaikat. Tapi Ia memilih keledai—simbol kesederhanaan, ketabahan, kelemahlembutan, dan ketaatan.

Ini adalah pelajaran besar:

Untuk membawa misi perdamaian sejati, kita harus menanggalkan atribut kebesaran, kekuasaan, dan ego.
Damai tidak datang dari status sosial atau kekuatan politik, tapi dari hati yang rela merendah seperti Kristus.

Bandingkan dengan contoh masa kini: Pasukan Garuda Indonesia diutus ke Timur Tengah dalam misi perdamaian PBB. Di satu sisi, ini adalah langkah baik untuk menjaga perdamaian. Namun di sisi lain, kita melihat bagaimana misi itu juga dijadikan ajang promosi kekuatan militer Indonesia melalui alutsista yang ditampilkan.
Apakah itu mencerminkan perdamaian sejati? Ataukah masih ada semangat unjuk kekuatan di baliknya?

Yesus mengajarkan bahwa perdamaian sejati bukan sekadar diplomasi, tapi kerendahan hati. Bukan tentang kekuatan, tetapi tentang kasih.

3. Makna Rohani: Kita Adalah Pembawa Damai

Yesus masuk Yerusalem bukan hanya untuk menunjukkan damai Allah, tetapi juga untuk memanggil umat-Nya menjadi agen perdamaian. Kita—gereja, jemaat—adalah tubuh Kristus yang harus meneruskan misi itu.

Kita tidak dipanggil untuk menjadi "kuda" yang mengintimidasi atau "unta" yang sombong, tetapi untuk menjadi "keledai"—pembawa Kristus ke tengah dunia yang gelisah.

Dalam situasi kita hari ini—baik dalam konflik sosial akibat masalah tenaga kesehatan, maupun konflik batin dalam keluarga dan komunitas—Tuhan mau memakai kita untuk menjadi jembatan damai, bukan penyulut perpecahan.

Misi ini bukan milik satu orang. Ini adalah misi bersama, yang dilakukan dalam kasih, kesederhanaan, dan kelemahlembutan.

Implikasi dalam Kehidupan Jemaat

  1. Bangun sikap damai dalam kehidupan sehari-hari—baik di rumah, di gereja, maupun di media sosial.

  2. Tanggalkan keangkuhan—jangan membawa misi perdamaian dengan nada tinggi atau semangat menyalahkan.

  3. Jadilah pembawa Kristus, seperti keledai muda itu—siap dipakai Tuhan untuk menghadirkan kasih di tengah dunia yang keras.

  4. Gereja harus menjadi ruang damai—bukan tempat konflik, melainkan ruang pemulihan.

Pertanyaan Reflektif

  1. Apakah saya sudah menjadi pembawa damai dalam kehidupan keluarga, masyaraat dan lingkungan kerja saya?

  2. Apakah saya masih memegang atribut kebesaran atau gengsi pribadi yang menghalangi saya untuk merendahkan diri?

  3. Di tengah konflik yang ada, apakah saya membawa Kristus atau justru membawa kepentingan pribadi?

Kesimpulan

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
Yesus datang ke Yerusalem bukan dengan senjata atau kekuatan, melainkan dengan kerendahan dan kasih. Inilah misi perdamaian sejati—damai yang menyentuh hati, bukan sekadar menenangkan permukaan.

Mari kita semua ikut ambil bagian dalam misi ini. Dunia tidak akan menjadi damai hanya karena perjanjian internasional. Damai dimulai dari hati yang tunduk kepada Tuhan, dari sikap hidup yang meneladani Yesus, dari komunitas yang saling membangun, bukan saling menjatuhkan.

Saturday, April 12, 2025

Ibadah Rutin UPP Profesional ASN dan Non ASN di Gereja Kalvari Maumere : Momen Penyegaran Iman dan Kebersamaan

Maumere, 12 April 2025 — UPP Profesional ASN dan Non ASN kembali menggelar ibadah pelayanan rutin yang dilaksanakan di Gereja Kalvari Maumere Jumat, 11 April 2025, pada pukul 17.00 hingga 18.00 WITA. Ibadah yang berlangsung dalam suasana khidmat ini dipimpin oleh Cavik Sandra B. M. Kapitan, S.Th., dengan mengangkat bacaan Frman Tuhan dari Kolose 3:23-24.

Dengan tema besar melayani dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, ibadah kali ini menjadi momen penting bagi para anggota UPP Profesional ASN dan Non ASN dalam menyegarkan kembali iman kerhanian dan komitmen pelayanan di tengah rutinitas pekerjaan. Firman Tuhan yang disampaikan mengingatkan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan hendaknya dilakukan dengan ketulusan dan dedikasi, bukan semata-mata untuk manusia, melainkan sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan.

Selain memperkuat iman, kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun dan mempererat tali kekeluargaan dan persudaraan  di antara para ASN dan Non ASN. Kebersamaan yang tercipta dalam ibadah ini menjadi ruang untuk saling menguatkan, berbagi pengalaman hidup, serta memperdalam makna pelayanan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Khotbahnya, Cavik Sandra menekankan pentingnya menjaga integritas dan semangat pelayanan di lingkungan kerja. "Ketika kita bekerja dengan hati yang melayani, kita bukan hanya menyenangkan atasan, tetapi terlebih menyenangkan hati Tuhan," ujarnya.

“Dengan segenap hati” = totalitas, dedikasi, dan ketulusan. Ini adalah ajakan untuk bekerja bukan dengan setengah hati, malas, atau hanya karena kewajiban.

Jadi, bekerja dengan hati artinya mengerjakan segala sesuatu seolah-olah Tuhan yang menjadi atasan kita. Kita tidak bekerja demi upah manusia semata, tetapi demi menyenangkan Tuhan.

Ibadah ditutup dengan doa bersama, dilanjutkan dengan diskusi singkat yang dipenuhi kehangatan dan semangat kebersamaan. Diskusi singkat akan dilanjutkan untuk membahas program kerja UPP Profesional yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Kegiatan ibadah rutin ini diharapkan terus menjadi wadah pembinaan rohani yang mendorong pertumbuhan iman dan memperkuat solidaritas dalam lingkungan kerja. Kegiatan yang sama akan digelar setiap bulan. 


Thursday, April 10, 2025

RESIKO ORANG YANG MENEGAKKAN KEBENARAN

Bacaan Alkitab  : Daniel 6:12–24 

Pendahuluan

Shalom saudara-saudara yang dikasihi Tuhan.

Pernahkah saudara mengalami situasi di mana berdiri dalam kebenaran justru membuat saudara kehilangan sesuatu? Mungkin kehilangan teman, pekerjaan, atau bahkan keamanan. Dunia saat ini seringkali tidak ramah kepada mereka yang menolak kompromi terhadap nilai-nilai kebenaran. Dalam kitab Daniel pasal 6, kita menemukan kisah yang sangat relevan bagi kita: Daniel, seorang pejabat tinggi di kerajaan Persia, harus menghadapi risiko besar hanya karena ia tetap setia pada imannya kepada Allah.

 Isi Renungan

Latar Belakang:

Setelah bangsa Yehuda mengalami pembuangan ke Babel, Daniel adalah salah satu dari orang-orang muda Israel yang dipilih untuk dididik dan melayani dalam pemerintahan kerajaan asing. Pada waktu peristiwa ini terjadi (Daniel 6), Babel sudah jatuh ke tangan Persia. Raja Darius orang Media (kemungkinan besar sebagai wakil dari Raja Koresh/Persia) memerintah wilayah itu dan menunjuk 120 wakil raja serta tiga pejabat tinggi di atas mereka — salah satunya adalah Daniel.

Daniel telah menunjukkan integritas dan kecakapan luar biasa sejak masa pemerintahan Nebukadnezar dan tetap mempertahankan kesetiaannya kepada Allah meski berada dalam sistem pemerintahan kafir. Ia dikenal sebagai pribadi yang tidak bercela, jujur, dan cakap dalam tugasnya. Karena itu, Raja Darius berniat mengangkatnya menjadi pemimpin tertinggi di atas semua pejabat lainnya (ayat 3-4).

Namun, hal ini memicu kecemburuan dan permusuhan dari pejabat-pejabat lain yang merasa tersaingi. Mereka mencari-cari kesalahan dalam administrasi Daniel, tetapi tidak menemukan apa pun karena Daniel benar di hadapan Allah dan manusia. Akhirnya mereka menciptakan jebakan politik dengan melibatkan hukum kerajaan dan praktek iman Daniel. Mereka tahu bahwa satu-satunya cara menjatuhkan Daniel adalah dengan memaksanya memilih antara ketaatan pada Allah atau pada hukum manusia.

Dikeluarkanlah peraturan yang melarang siapa pun memohon atau berdoa kepada siapa pun kecuali kepada Raja Darius selama 30 hari. Melanggar hukum ini berarti hukuman mati di gua singa. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan serangan terhadap identitas iman Daniel.

Makna Alkitabiah:

Daniel tahu perintah itu telah ditetapkan, tetapi ia tetap berdoa seperti biasa — tiga kali sehari, menghadap Yerusalem, dengan jendela terbuka. Ini bukan tindakan pemberontakan, tetapi ekspresi dari kesetiaan yang tidak bisa dikompromikan. Ia tidak menyembunyikan imannya, meskipun tahu risikonya.

Bagian ini menekankan bahwa bagi Daniel, ketaatan kepada Allah lebih tinggi daripada ketaatan pada manusia (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 5:29). Ia bersedia menghadapi konsekuensi duniawi karena ia percaya kepada kuasa dan keadilan Allah.

Makna Teologis:

Secara teologis, kisah ini mengajarkan bahwa Allah adalah pembela umat-Nya yang setia, sekaligus Tuhan atas sejarah dan bangsa-bangsa. Ketika Daniel dilempar ke gua singa, Allah membuktikan kuasa-Nya dengan mengutus malaikat untuk menutup mulut singa. Ini bukan hanya penyelamatan fisik, tetapi juga pernyataan ilahi bahwa Allah tetap bekerja bahkan di tengah sistem pemerintahan kafir.

Allah memakai kesetiaan Daniel sebagai alat kesaksian, sehingga Raja Darius akhirnya mengeluarkan dekrit yang memuliakan Allah Israel di seluruh kerajaan. Artinya, ketika kita berani hidup benar, Allah dapat memakai kesetiaan kita untuk memperluas pengaruh Kerajaan-Nya.

Makna Rohaniah:

Daniel adalah teladan dari iman yang tak tergoyahkan dan kehidupan doa yang konsisten. Ia tidak membiarkan tekanan dunia mengubah hubungannya dengan Allah. Ia rela menanggung risiko demi mempertahankan integritas rohaninya. Keberanian Daniel muncul bukan dari kekuatannya sendiri, tetapi dari relasi yang akrab dengan Allah.

Cerita Inspirasi Dalam Alkitab:

Kisah serupa juga terlihat dalam kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego (Daniel 3). Mereka menolak menyembah patung emas dan lebih memilih dilemparkan ke dalam perapian yang menyala. Mereka berkata: “Sekalipun Allah tidak melepaskan kami, kami tetap tidak akan menyembah allah tuanku” (Daniel 3:18). Mereka juga menanggung risiko karena menegakkan kebenaran dan akhirnya diselamatkan Tuhan.

Implikasi dalam Kehidupan Jemaat:

  • Jemaat dipanggil untuk berani hidup benar meski di tengah dunia yang penuh kompromi.

  • Dalam pekerjaan, relasi, bahkan pelayanan, mungkin kita akan menghadapi konsekuensi saat memilih kebenaran daripada kenyamanan.

  • Namun ingat, Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang setia kepada-Nya.

  • Kesaksian hidup kita bisa menjadi sarana agar orang lain melihat kemuliaan Allah, seperti Daniel di mata Raja Darius.

Pertanyaan Reflektif:

  1. Apakah saya berani hidup benar di tempat saya bekerja, belajar, atau bermasyarakat?

  2. Apakah saya tetap konsisten dalam hubungan saya dengan Tuhan, seperti Daniel yang tetap berdoa meski ada ancaman?

  3. Dalam hal apa saya lebih memilih keamanan daripada kebenaran? Apakah saya bersedia mengubah sikap itu?

Kesimpulan:

Menegakkan kebenaran bukan tanpa risiko. Daniel menunjukkan kepada kita bahwa kesetiaan kepada Allah lebih berharga daripada kenyamanan duniawi. Allah yang sama yang menyelamatkan Daniel, juga menyertai dan membela kita. Maka, marilah kita hidup dalam kebenaran dengan iman yang teguh, keberanian yang tulus, dan pengharapan yang tidak tergoyahkan dalam Tuhan.

“Orang benar akan hidup oleh iman” (Habakuk 2:4b)

Monday, April 7, 2025

Panca Pelayanan GMIT: Antara Rencana dan Realitas

Pendahuluan

Latar Belakang

Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagai bagian dari tubuh Kristus memiliki tanggung jawab pelayanan yang holistik dan kontekstual. Pelayanan gereja tidak hanya bersifat ritualistik atau spiritual belaka, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan umat. Dalam kerangka tersebut, GMIT menetapkan lima pilar pelayanan utama yang dikenal sebagai Panca Pelayanan: Diakonia, Marturia, Liturgia, Koinonia, dan Oikonomia. Kelima aspek ini membentuk dasar pelayanan gereja dalam mengemban misinya di tengah dunia yang terus berubah.

Tujuan
Artikel ini bertujuan untuk:

  1. Menyajikan pengertian epistemologis dari setiap pilar Panca Pelayanan.

  2. Mengkaji jenis-jenis dan realisasi pelayanan di setiap aspek.

  3. Menggali aspek teologis dan rohaniah dari setiap bentuk pelayanan.

  4. Memberikan contoh konkret implementasi Panca Pelayanan dalam konteks jemaat GMIT.

ISI

1. Pengertian Epistemologis Panca Pelayanan

  • Diakonia: Berasal dari bahasa Yunani diakoneo yang berarti melayani. Secara epistemologis, diakonia adalah bentuk pelayanan kasih yang konkret kepada sesama dalam bentuk tindakan sosial, baik berupa bantuan maupun pemberdayaan.

  • Marturia: Dari kata Yunani martureo, yang berarti memberi kesaksian. Epistemologinya adalah bentuk kesaksian iman kepada Kristus, baik secara verbal maupun tindakan hidup sehari-hari.

  • Liturgia: Dari leitourgia, yang berarti pelayanan publik atau ibadah. Secara epistemologis merujuk pada segala bentuk penyembahan yang mengungkapkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan.

  • Koinonia: Dari kata Yunani koinonia yang berarti persekutuan. Epistemologinya merujuk pada relasi timbal balik yang erat antar umat dalam tubuh Kristus.

  • Oikonomia: Dari kata Yunani oikos (rumah) dan nomos (aturan), berarti pengelolaan rumah tangga Allah. Epistemologinya adalah manajemen sumber daya gereja secara bertanggung jawab.

2. Jenis-Jenis dan Contoh Program Panca Pelayanan

A. Diakonia

Aspek Teologis dan Rohaniah: Diakonia mencerminkan kasih Allah yang nyata. Kristus datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani (Markus 10:45). Pelayanan ini memperlihatkan kasih yang tidak bersyarat.

Tujuan: Untuk menghadirkan kasih Kristus secara nyata melalui pelayanan sosial yang menjawab kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial umat serta masyarakat luas.

Jenis-jenis:

  • Diakonia Karitatif (bantuan langsung)

  • Diakonia Transformatif (pemberdayaan dan perubahan sosial)

  • Diakonia Reformatif (perubahan struktur sosial)

Contoh Program:

  • Diakonia Karitatif: Pemberian paket sembako kepada keluarga kurang mampu; kunjungan dan bantuan langsung kepada lansia dan orang sakit; bantuan bencana alam.

  • Diakonia Transformatif: Program pelatihan keterampilan dan kewirausahaan bagi pemuda gereja; pembentukan kelompok tani atau usaha kecil berbasis jemaat; penyuluhan kesehatan dan pendidikan untuk keluarga miskin.

  • Diakonia Reformatif: Kegiatan advokasi kebijakan publik seperti kampanye anti-korupsi, penyuluhan hak-hak masyarakat adat, atau kerja sama gereja dengan LSM untuk perubahan sosial.

B. Marturia

Aspek Teologis dan Rohaniah: Marturia adalah panggilan setiap orang percaya untuk menjadi saksi Kristus (Kisah Para Rasul 1:8). Kesaksian hidup menunjukkan bahwa Injil hidup dan bekerja dalam diri umat.

Tujuan: Untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah dan memampukan jemaat menjadi saksi Kristus dalam segala aspek kehidupan.

Jenis-jenis:

  • Marturia Verbal (penginjilan langsung)

  • Marturia Non-verbal (kesaksian melalui hidup)

Contoh Program:

  • Pelatihan penginjilan dan apologetika

  • Kesaksian dalam ibadah

  • Produksi konten kesaksian di media sosial

C. Liturgia

Aspek Teologis dan Rohaniah: Liturgia adalah bentuk perjumpaan dengan Allah. Dalam ibadah, umat memuliakan Tuhan dan menerima penguatan rohani. Ibadah adalah jantung gereja.

Tujuan: Untuk membina kehidupan ibadah jemaat yang hidup, kontekstual, dan berpusat pada Allah.

Jenis-jenis:

  • Ibadah Minggu

  • Ibadah kategorial (pemuda, anak, lansia)

  • Sakramen (Perjamuan Kudus dan Baptisan)

Contoh Program:

  • Pengembangan liturgi kontekstual

  • Pelatihan pemimpin ibadah

  • Malam pujian dan penyembahan

D. Koinonia

Aspek Teologis dan Rohaniah: Koinonia menggambarkan tubuh Kristus yang hidup dan saling menopang (1 Korintus 12:12-27). Persekutuan menciptakan ruang kasih, penerimaan, dan pertumbuhan bersama.

Tujuan: Untuk membangun relasi yang akrab, harmonis, dan saling menopang antar warga jemaat sebagai satu tubuh Kristus.

Jenis-jenis:

  • Persekutuan kategorial

  • Persekutuan kolom/lingkungan

  • Forum lintas jemaat dan ekumenis

Contoh Program:

  • Ibadah rumah tangga

  • Family gathering jemaat

  • Kunjungan kasih antar jemaat

E. Oikonomia

Aspek Teologis dan Rohaniah: Oikonomia adalah wujud iman dalam tindakan pengelolaan berkat Allah. Yesus berbicara banyak tentang uang dan tanggung jawab (Matius 25:14-30).

Tujuan: Untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya gereja yang adil, transparan, dan memberdayakan seluruh jemaat.

Jenis-jenis:

  • Pengelolaan dana dan aset

  • Pemberdayaan ekonomi jemaat

  • Transparansi dan akuntabilitas keuangan

Contoh Program:

  • Pengembangan Usaha Gereja (Ekonomi Produktif Jemaat)

  •  Pembentukan koperasi jemaat

  • Seminar literasi keuangan

  • Usaha gereja (toko rohani, pertanian jemaat)

  • Program Dana Abadi Jemaat


Penutup

Kesimpulan Panca Pelayanan GMIT menjadi fondasi kuat dalam menjawab panggilan gereja secara utuh. Diakonia, Marturia, Liturgia, Koinonia, dan Oikonomia bukan hanya konsep, melainkan praksis nyata iman dalam kehidupan bergereja.

Saran Gereja perlu terus mengevaluasi pelaksanaan Panca Pelayanan agar tetap relevan dengan konteks zaman dan kebutuhan jemaat. Pemberdayaan jemaat, pelatihan pelayanan, dan manajemen gereja yang partisipatif menjadi kunci.


Daftar Pustaka

  • Alkitab Terjemahan Baru, LAI.

  • J. Verkuyl, Diakonia dalam Teologi Praktis, BPK Gunung Mulia.

  • John Stott, The Contemporary Christian, IVP.

  • Neles Tebay, Teologi Kontekstual di Indonesia, Ledalero Press.

  • GMIT. Dokumen Penjabaran Panca Pelayanan GMIT, Sinode GMIT, 2020.

Friday, April 4, 2025

DAMAI SEJAHTERA ALLAH

 Bacaan Alkitab : Yesaya 26:12

"Ya Tuhan, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami."


Pendahuluan

Damai sejahtera adalah sesuatu yang sangat diidamkan oleh semua orang. Di tengah dunia yang penuh dengan pergumulan, peperangan, dan kekhawatiran, banyak orang mencari ketenangan. Namun, damai sejati bukan berasal dari keberlimpahan materi atau keberhasilan duniawi, tetapi dari Allah sendiri. Yesaya 26:12 menegaskan bahwa Tuhanlah yang memberikan damai sejahtera kepada umat-Nya.

Hari ini, kita akan merenungkan bagaimana damai sejahtera Allah bekerja dalam kehidupan kita dan bagaimana kita dapat mengalami serta membagikannya kepada orang lain.


Isi Renungan

  1. Damai Sejahtera adalah Anugerah dari Allah
    Damai sejahtera bukanlah sesuatu yang dapat dihasilkan oleh usaha manusia semata. Kita mungkin mencoba mencarinya melalui keberhasilan, kekayaan, atau kenyamanan hidup, tetapi semua itu bersifat sementara. Damai sejati adalah pemberian Allah, bukan hasil dari upaya kita sendiri. Yesaya 26:12 dengan jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menyediakan damai bagi umat-Nya. Artinya, ketika kita hidup dalam hubungan yang erat dengan Tuhan dan berserah kepada-Nya, kita akan mengalami damai yang tidak terguncang oleh keadaan dunia.

  2. Damai Sejahtera Tidak Bergantung pada Keadaan
    Dunia sering kali mengajarkan bahwa kedamaian diperoleh saat semua berjalan lancar dan tidak ada masalah. Namun, Firman Tuhan mengajarkan sebaliknya. Damai dari Tuhan tidak bergantung pada kondisi sekitar, melainkan pada keyakinan bahwa Tuhan tetap berdaulat atas segala sesuatu. Dalam Filipi 4:7, Rasul Paulus berbicara tentang damai sejahtera yang melampaui segala akal dan akan memelihara hati serta pikiran kita dalam Kristus Yesus. Ini berarti, sekalipun kita menghadapi pergumulan, badai hidup, dan tantangan berat, kita tetap bisa merasakan ketenangan batin karena kita tahu bahwa Tuhan selalu menyertai kita.

  3. Tuhan yang Bekerja dalam Segala Hal
    Yesaya 26:12 mengingatkan kita bahwa segala yang kita kerjakan baik pada masa lalu, masa sekarang maupun pada masa yang akan datang, sebenarnya adalah hasil dari pekerjaan Tuhan dalam hidup kita. Kita sering kali merasa bahwa segala pencapaian kita adalah hasil dari usaha dan kerja keras kita sendiri. Namun, kita harus menyadari bahwa tanpa anugerah dan pertolongan Tuhan, kita tidak akan mampu melakukan apa pun. Mengandalkan diri sendiri hanya akan membawa kelelahan dan kecemasan, tetapi ketika kita menyerahkan hidup kepada Tuhan, kita akan mengalami damai yang sejati karena kita tahu bahwa Dialah yang memegang kendali atas segala sesuatu.

Cerita Inspiratif

Ada seorang petani yang mengikuti lomba melukis "Gambaran Damai Sejahtera." Banyak peserta melukis pemandangan indah: danau yang tenang, pegunungan hijau, dan langit cerah. Namun, petani itu menggambar badai besar dengan angin kencang dan ombak besar. Namun, di tengah badai, ada seekor burung kecil yang sedang tidur dengan damai di sarangnya.

Ketika ditanya mengapa ia menggambar seperti itu, petani itu menjawab, "Damai sejati bukanlah ketika tidak ada badai, tetapi ketika kita tetap tenang di tengah badai, karena kita percaya ada perlindungan."

Begitulah damai sejahtera yang Tuhan berikan—bukan karena hidup kita bebas dari masalah, tetapi karena kita memiliki keyakinan bahwa Tuhan mengendalikan segalanya.

Makna Teologis

  • Damai sejahtera adalah janji Tuhan bagi umat-Nya (Mazmur 29:11).

  • Damai Allah berbeda dengan damai dunia (Yohanes 14:27).

  • Yesus adalah Raja Damai yang membawa keselamatan (Yesaya 9:6).

  • Damai sejahtera Tuhan memampukan kita menghadapi segala situasi (Filipi 4:6-7).

Implikasi dalam Kehidupan Jemaat

  1. Percayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan
    Jangan biarkan kekhawatiran menguasai hati kita. Berserahlah kepada Tuhan dalam segala hal (Amsal 3:5-6).

  2. Menjadi pembawa damai dalam komunitas
    Jika kita telah menerima damai dari Tuhan, kita dipanggil untuk membagikannya kepada orang lain (Matius 5:9).

  3. Berdoa dan bersyukur dalam segala keadaan
    Ketika kita menghadapi kesulitan, tetaplah bersyukur dan berdoa agar damai Tuhan menguasai hati kita (1 Tesalonika 5:16-18).

Pertanyaan Reflektif

  1. Apakah saya sudah benar-benar mengalami damai sejahtera Tuhan dalam hidup saya?

  2. Apakah saya masih menggantungkan damai saya pada keadaan duniawi?

  3. Bagaimana saya bisa menjadi pembawa damai bagi orang-orang di sekitar saya?

Penutup

Damai sejahtera bukan hanya sekadar perasaan tenang, tetapi keyakinan bahwa Tuhan memegang kendali atas hidup kita. Yesaya 26:12 mengajarkan bahwa damai sejahtera sejati datang dari Tuhan, bukan dari usaha manusia. Mari kita terus mencari damai sejahtera dalam Tuhan dan menjadi alat-Nya untuk membawa damai bagi sesama.

"Damai sejahtera Allah melampaui segala akal dan akan memelihara hati serta pikiran kita dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:7).