Tuesday, June 10, 2025

Firman dan Roh yang Menghidupkan

 Bacaan: Yehezkiel 37:1–14

A. pendahuluan  (Pengharapan di Tengah Keputusasaan)

Saudara-saudari jemaat yang dikasihi Tuhan,
Pernahkah kita merasa hidup ini seperti lembah tulang-tulang kering? Saat tidak ada harapan, doa terasa hampa, dan iman terasa mati? Mungkin itu yang sedang dialami oleh bangsa Israel dalam nubuatan Nabi Yehezkiel. Mereka terbuang di pembuangan Babel, kehilangan tanah, bait Allah, dan identitas sebagai umat pilihan. Mereka berkata, “Tulang-tulang kami menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap” (ayat 11).

Tetapi justru di tengah lembah kematian itu, Tuhan menyatakan kuasa-Nya: melalui Firman dan Roh-Nya, Ia menghidupkan kembali.


B. Isi Renungan

I. Lembah Tulang Kering: Gambaran Kehidupan Tanpa Allah (Ayat 1–3)

Yehezkiel dibawa oleh tangan TUHAN ke suatu lembah yang penuh tulang-tulang. Tulang-tulang itu bukan hanya banyak, tetapi juga sangat kering—artinya sudah lama mati, tidak ada kehidupan yang tersisa.

Ini adalah gambaran kehidupan manusia tanpa Allah. Kita bisa hidup secara jasmani, tetapi mati secara rohani. Gereja bisa ramai secara aktivitas, tetapi hampa dari kehadiran Allah. Jemaat bisa hadir setiap minggu, tetapi hatinya kering dan dingin.

Tuhan bertanya, “Dapatkah tulang-tulang ini hidup kembali?” Ini bukan pertanyaan informasi, tetapi undangan untuk percaya bahwa kuasa Allah melampaui realitas manusia.

II. Firman yang Menghidupkan (Ayat 4–8)

Tuhan memerintahkan Yehezkiel untuk menubuatkan kepada tulang-tulang itu. Ini menarik—mengapa bukan langsung mukjizat? Mengapa melalui firman?

Karena Firman Allah adalah alat utama pembaruan. Firman itulah yang menciptakan di awal (Kejadian 1). Firman juga yang menegur, menghibur, menuntun, dan membentuk. Firman menimbulkan gerakan—tulang-tulang mulai bersatu, daging menutupi, tetapi belum ada napas hidup.

Ini mengingatkan kita: aktivitas rohani belum tentu kehidupan rohani. Mungkin kita membaca Alkitab, melayani, atau menyanyi di gereja—tetapi tanpa Roh Kudus, semua itu hanya “bentuk tubuh” tanpa kehidupan.

III. Roh yang Membangkitkan (Ayat 9–10)

Kemudian Tuhan memerintahkan Yehezkiel menubuatkan kepada Roh: “Hai napas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin dan berhembuslah ke dalam orang-orang yang terbunuh ini.” Dan ketika Roh masuk, mereka hidup kembali dan bangkit menjadi tentara yang besar.

Roh Kudus adalah nafas kehidupan Allah. Tanpa Roh, gereja hanyalah organisasi. Tetapi dengan Roh, gereja menjadi organisme hidup. Tanpa Roh, kita hanya punya hukum. Dengan Roh, kita punya hubungan. Roh Kudus menghidupkan hati yang keras, menggerakkan iman yang beku, dan menyegarkan kasih yang layu.

IV. Bentuk Penghiburan, Pengharapan, dan Pemulihan dari Allah

1. Penghiburan Allah: Tuhan Masih Hadir dan Peduli

“Tangan TUHAN ada padaku, dan Ia membawa aku keluar dalam Roh TUHAN dan menempatkan aku di tengah-tengah lembah penuh tulang-tulang.” (ayat 1)

Maknanya:

  • Tuhan turun tangan secara pribadi untuk menuntun Yehezkiel melihat kondisi umat-Nya.
  • Ini menunjukkan bahwa Allah tidak tinggal diam melihat penderitaan umat-Nya.
  • Sekalipun mereka merasa "mati", Allah tetap dekat, memperhatikan, dan masih berbicara.

Penghiburan terbesar adalah ini: Allah tidak melupakan kita, bahkan di ‘lembah tulang kering’ kehidupan kita.

2. Pengharapan Allah: Kehidupan Masih Mungkin, Sekalipun Mustahil

“Dapatkah tulang-tulang ini hidup kembali?” Aku menjawab: “Ya Tuhan ALLAH, Engkaulah yang mengetahui!” (ayat 3)

Maknanya:

  • Dalam logika manusia, tulang yang kering tidak bisa hidup.
  • Tapi Allah menunjukkan bahwa pengharapan sejati bukan berdasar pada situasi, tapi pada kuasa-Nya.
  • Pengharapan bukanlah ilusi, melainkan janji yang diberikan Allah sendiri.

Tuhan sanggup mengubah situasi yang paling tidak mungkin menjadi hidup kembali.

3. Pemulihan Melalui Firman dan Roh Allah

a. Melalui Firman (ayat 4–8):

“Bernubuatlah… hai tulang-tulang kering, dengarlah firman TUHAN!”

  • Tuhan menyuruh Yehezkiel berbicara kepada tulang-tulang kering.
  • Ini menunjukkan bahwa pemulihan dimulai dari mendengar Firman.
  • Firman itu menyatukan kembali tulang-tulang, memberi bentuk dan struktur.

b. Melalui Roh (ayat 9–10):

“Bernubuatlah kepada roh... supaya mereka hidup kembali.”

  • Setelah tubuh terbentuk, Roh Allah-lah yang memberi kehidupan.
  • Tanpa Roh, tubuh hanya "kerangka kosong".
  • Roh memberi nafas, kekuatan, dan tujuan.

Pemulihan sejati adalah gabungan antara kebenaran (Firman) dan kuasa (Roh Kudus).

4. Janji Pemulihan Total: Bangkit, Kembali, dan Diperbarui

“Aku akan membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku... Aku akan menaruh Roh-Ku di dalam kamu, sehingga kamu hidup kembali.” (ayat 12–14)

Maknanya:

  • Allah berjanji membangkitkan kembali bangsa Israel secara rohani dan nasional.
  • Mereka yang merasa "terkubur" dalam dosa, penderitaan, atau keputusasaan akan dibangkitkan kembali.
  • Ini adalah janji pemulihan total—bukan sekadar keluar dari masalah, tetapi mengalami kehidupan baru yang dipulihkan oleh Tuhan sendiri.


C. Penutup: Respons Kita

Saudara-saudari jemaat, apa respons kita hari ini?

  1. Bukalah hati kepada Firman Allah – jangan sekadar mendengar, tapi biarkan Firman itu menegur dan membentuk.
  2. Minta Roh Kudus memenuhi hidup kita – bukan hanya dalam kebaktian, tapi setiap hari dalam hidup pribadi.
  3. Percayalah akan kuasa Allah yang memulihkan – tidak ada lembah yang terlalu dalam, tidak ada tulang yang terlalu kering, bagi Allah yang hidup.

Firman dan Roh-Nya sanggup menghidupkan kembali! Amin



Monday, June 2, 2025

SANG TUAN AKAN DATANG

 Bacaan: Lukas 12:35-48

PENDAHULUAN

1. Makna Waspada

Dalam kehidupan sehari-hari, kata "waspada" sering kita pahami sebagai sikap berjaga-jaga, berhati-hati terhadap bahaya atau kemungkinan yang tak terduga. Namun dalam konteks rohani, waspada berarti kesiapan penuh dalam iman dan tindakan.
Waspada bukan hanya soal "menunggu" dalam doa, tapi juga hidup dalam ketaatan nyata dan perbuatan yang mencerminkan iman.

2. Cerita Analogi: Makna Waspada dalam Kehidupan

Bayangkan seorang pemadam kebakaran yang sedang berjaga di posnya. Ia tidak tahu kapan alarm akan berbunyi, tapi ia harus siap setiap saat. Ia tak hanya duduk diam, tetapi:

  • Seragamnya sudah dikenakan,
  • Selang dan alat disiapkan,
  • Pikiran dan fisik dalam kondisi siaga.

Pada suatu malam di musim kemarau, alarm darurat berbunyi di pos pemadam kebakaran di sebuah kota kecil. Sebuah sekolah dasar bersejarah yang terbuat dari kayu tua terbakar hebat. Api sudah membesar saat tim pemadam tiba, dan banyak warga hanya bisa berdiri pasrah, menyaksikan bangunan itu hampir musnah.

Namun Komandan Andi, pemadam senior, tidak membuang waktu. Ia tahu bahwa bangunan utama masih bisa diselamatkan jika titik api di bagian belakang segera dipadamkan.

Dengan cepat ia: Membagi tim menjadi dua—satu tim menangani api dari luar, satu lagi masuk ke dalam untuk menyelamatkan dokumen penting dan alat-alat pendidikan. Ia sendiri masuk ke bagian belakang yang paling panas, membawa selang dan perlindungan udara terbatas.

Di dalam, asap sangat tebal. Pandangan terbatas. Tapi Komandan Andi tetap tenang, fokus, dan terus maju ke titik api utama.

Ia menemukan bahwa api berasal dari ruang penyimpanan alat-alat lab, yang mudah meledak jika dibiarkan. Dengan keberanian luar biasa, ia menyemprotkan air tepat ke titik-titik paling panas, meski tangki oksigennya makin menipis.

Setelah 40 menit perjuangan, tim berhasil mengendalikan api. Bagian depan dan aula utama sekolah selamat. Banyak dokumen penting berhasil diamankan.

Warga pun bersorak saat melihat api padam dan gedung tidak roboh. Komandan Andi dipeluk oleh para guru yang menangis terharu.

Keesokan harinya, seorang wartawan bertanya,

“Pak, apa yang membuat Anda begitu yakin untuk masuk ketika semua orang panik?”

Komandan Andi menjawab:

“Kami sudah berlatih untuk momen ini. Kami tahu betul apa yang harus kami lakukan. Saat waktunya tiba, kami harus siap – bukan hanya dengan alat, tapi juga dengan niat dan tanggung jawab.”


Kalau pak Andi dan Timnya  hanya duduk menunggu tanpa persiapan, maka saat kebakaran benar terjadi, semua akan terlambat. Dalam kisah tadi  kita menemukan beberapa karakter yang dimiliki tim damkar yang waspada, yakni Setia, Siap Sedia, Taat & Bertanggung, Bijaksana dan melayani. Demikian juga kita sebagai orang percaya, kita tidak tahu kapan "alarm surgawi" berbunyi, saat Tuhan datang kembali. Tapi apakah kita siap?


ISI RENUNGAN

Saya mengajak saudara saudara terkasih untuk kita meenungkan firman Tuhan dalam 5 (lima) pokok renungan sesuai dengan perikop bacaan Lukas 12: 35-48.

1. Gambaran Orang yang Berjaga-jaga (ayat 35-36)

Yesus menggambarkan hamba yang berjaga sebagai:

  • Pinggang tetap berikat → tanda siap untuk bekerja.
  • Pelita tetap menyala → hidup dalam terang dan kebenaran.

Artinya, iman yang aktif dan siap bertindak. Waspada bukan hanya sikap hati, tapi gaya hidup. Tidak cukup hanya percaya, tapi harus ada tindakan nyata. Seperti yang dikatakan Yakobus:

“Iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:17)

2. Upah Orang yang Berjaga-jaga (ayat 37-38)

Orang yang berjaga-jaga akan diberi kehormatan luar biasa: Tuan akan melayani mereka.

  • Ini berbicara tentang balasan kemuliaan yang Yesus sendiri janjikan.
  • Mereka yang setia tidak akan dibiarkan kosong, tetapi akan menerima penghargaan dari Tuhan sendiri. Tuhan sendiri akan membalas dengan hidup dan kemuiaan yang kekal.

3. Kapan Tuhan Datang? (ayat 39-40)

Yesus dengan jelas berkata bahwa Anak Manusia datang pada saat yang tidak disangka.

  • Maka waspada berarti: kesiapan setiap waktu, bukan nanti-nanti.
  • Kita tidak hidup dalam ketakutan, tapi dalam kesiapan yang beriman dan bertindak. Ketakutan melumpuhkan, tetapi iman membangkitkan keberanian. Kesiapan yang sejati bukan hanya soal mengetahui waktunya, melainkan berjalan setiap hari dalam kehendak Tuhan, dengan hati yang setia dan tangan yang bekerja.

4. Makna Tanggung Jawab Pengurus Rumah (ayat 42-44)

Yesus berbicara tentang pengurus rumah—gambaran dari mereka yang diberi tanggung jawab, baik dalam pelayanan, keluarga, maupun jemaat.

  • Mereka diminta memberi makan tepat pada waktunya, artinya, memberi pengajaran, kasih, dan pelayanan dengan tepat.
  • Mereka yang setia akan dipromosikan: Tuhan akan mempercayakan hal-hal yang lebih besar.

 5. Dua Jenis Hamba (ayat 45-48)

Yesus membedakan:

  • Hamba jahat: karena merasa tuannya lama datang, ia hidup seenaknya, menindas, dan melalaikan tugas.
  • Hamba yang setia dan bijaksana: tetap bekerja dengan tanggung jawab meskipun tuan belum kelihatan.

Prinsip penting:

“Barangsiapa diberi banyak, dari padanya akan dituntut lebih banyak.” (ayat 48)

Pengetahuan tentang firman bukan hanya untuk diketahui, tapi untuk dijalankan.

 6. Cerita Inspirasi dalam Alkitab

Kita bisa melihat bagaimana cerita tentang Nabi Nuh. Dia seperti seorang yang penuh sikap waspada dan berjaga-jaga. Nuh menerima perintah Tuhan sehingga dia bisa melihat sesuatu yang belum kelihatan. Sebagai seseorang yang waspada Nuh juga memiliki arah, tujuan dan pengihatan ke depan yang lebih jauh (Visioner), dia juga memiliki karakter yang baik yaitu, kesetiaan, kesiapan dan taggung jawab (karakter) yang dibuktikan melalui tindakan nyata. Nuh siap dalam iman dan dalam tindakan. Ini adalah contoh bagaimana kewaspadaan itu dipahami dan dimaknai.

Nuh Menerima Peringatan Tuhan dan Menanggapinya dengan Iman

  • Tuhan memberi peringatan tentang air bah, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.
  • Tapi Nuh percaya dan berjaga-jaga dengan mempersiapkan diri dan keluarganya.
  • Ini adalah bentuk kewaspadaan: mempercayai firman Tuhan dan bertindak meskipun bukti fisik belum ada.

Nuh Tidak Tidur Rohani – Ia Bertindak Nyata. Kewaspadaan Nuh bukan hanya berdoa dan duduk diam menunggu banjir. Ia:

  • Membangun bahtera selama bertahun-tahun,
  • Mendidik keluarganya,
  • Menjadi “pemberita kebenaran” di tengah masyarakat yang jahat (2 Petrus 2:5).

Nuh Memiliki Visi Akan Masa Depan. Nuh memahami bahwa hidupnya bukan hanya untuk masa sekarang, tapi untuk rencana Allah yang lebih besar: keselamatan generasi baru.

  • Ia membangun sesuatu yang tidak populer, tidak dimengerti orang lain, dan belum kelihatan.
  • Tapi ia tetap setia, karena ia melihat apa yang Tuhan janjikan, walau belum terjadi.

IMPLIKASI DALAM KEHIDUPAN JEMAAT

  1. Kesiapan iman harus disertai tindakan nyata. Hidup kita harus memancarkan terang Kristus melalui kasih, pelayanan, dan kesetiaan.
  2. Setiap orang percaya adalah pengurus rumah. Tuhan mempercayakan keluarga, pelayanan, pekerjaan, dan tanggung jawab rohani lainnya.
  3. Jangan menunda hidup dalam kekudusan. Waktu Tuhan datang tidak kita ketahui. Hidup kita harus setiap saat siap menyambut kedatangan-Nya.
  4. Hidup waspada berarti hidup yang berdampak. Iman kita harus memiliki nilai, berguna, bermanfaat, dan menjadi berkat bagi orang lain.

PERTANYAAN REFLEKSI

  1. Apakah hidup saya sudah mencerminkan kesiapan rohani, baik dalam iman maupun tindakan?
  2. Jika Tuhan datang hari ini, apakah saya siap menyambut-Nya dengan penuh sukacita atau justru gentar?
  3. Apakah saya sudah bertanggung jawab terhadap tugas yang Tuhan percayakan kepada saya?


KESIMPULAN

Yesus berkata:


“Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang.” (Lukas 12:37)

Sang Tuan akan datang. Kita tidak tahu kapan, tapi kita tahu Ia pasti datang. Maka, marilah kita hidup bukan hanya dengan iman yang percaya, tapi juga dengan perbuatan yang membuktikan iman itu nyata.

Wasapada berarti hidup yang siap dan berisi. Bukan kosong. Bukan pasif. Tapi aktif dalam kasih, pelayanan, dan kesetiaan. Biarlah ketika Tuhan datang, kita didapati sebagai hamba-hamba yang setia dan bijaksana, yang siap menerima warisan surgawi.

Wednesday, May 28, 2025

Kesempurnaan Kasih Allah Dalam Kita dan Kita Kepada Sesama

 Bacaan Alkitab : 1 Yohanes 4:7-12

PENDAHULUAN

Shalom saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Setiap manusia pada dasarnya mendambakan kasih. kasih yang tulus, tidak bersyarat, dan kekal. Dunia menawarkan berbagai bentuk kasih yang sering kali bersifat sementara dan bersyarat. Namun, kasih yang sejati berasal dari Allah. Hari ini kita akan merenungkan tentang kesempurnaan kasih Allah yang bukan hanya dinyatakan kepada kita, tetapi juga disempurnakan ketika kita mengasihi sesama. Bacaan kita diambil dari 1 Yohanes 4:7-12, sebuah perikop yang sangat dalam dan penuh makna rohaniah.
Apakah yang dimaksud dengan kasih ? Menurut Kamus KBBI, Perasaan sayang (cinta, suka) kepada seseorang, atau dapat diartikan sebagai  suatu keadaan dimana adanya perasaan sayang atau merasa suka kepada sesuatu baik itu kepada manusia maupun kepada benda. Sepintas kata kasih itu mempunyai arti yang sama dengan cinta. Kata kasih dan cinta mempunyai unsur yang sama yaitu perasaan suka atau sayang, tetapi kasih sesungguhnya lebih dalam dari cinta. Cinta hanya bisa dilakukan kepada orang yang kita kenal tetapi kasih bisa dilakukan terhadap orang yang tidak kita kenal atau lihat. Bagi orang Yunani ada 3 kata yang dipakai untuk istilah kasih yaitu : Storge, Filia dan Eros. Dalam kekristenan yang termuat dalam alkitab, kasih itu berasal dari Allah sendiri dan disebut dengan istilah Agape.

ISI RENUNGAN

Mari kita baca bersama 1 Yohanes 4:7-12.

"Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih... Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita." (ay. 7-8, 12)

Yohanes memulai dengan seruan yang hangat dan penuh kasih sayang. Dalam bahasa Yunani, ia menggunakan kata agapētoi, yang berarti "yang terkasih" atau "yang dikasihi". Ini bukan sekadar sapaan sopan, melainkan panggilan emosional dan spiritual: Yohanes berbicara kepada jemaat sebagai satu keluarga rohani yang hidup dalam kasih Kristus.Marilah kita saling mengasihi merupakan inti dari perikop ini. Perintah ini mengandung makna bahawa kasih bukan dilakuksan satu arah teapi dua arah yaitu saling mengasihi. Kasih yang demikian bukan tergantung dari respon orang lain tetapi didorong oleh suatu kehendak dan komitmen yang baik. Kasih demikian bukan hanya dilakukan pada saat keadaan baik baik saja, tetapi semua keadaan bahkan keadaaan sulit sekalipun.

Kasih bukan berasal dari perasaan alami manusia ataupun hasil dari suatu budaya atau normas-norma sosial tertentu. Kasih itu berasal dari Allah itu sendiri Karena Allah adalah kasih (ayat 8), maka setiap tindakan kasih yang murni adalah refleksi dari karakter-Nya. Kita hanya bisa mengasihi jika kita terhubung dengan sumber kasih yaitu Allah itu sendiri. Tanpa ada relasi yang baik dengan Allah, maka mustahil seseorang bisa mewujudkan kasih sejati kepada sesam manusia. setiap orang yang yang saling mengasihi tentunya berasal dari Allah. Kelahiran baru dalam Roh adalah bukti bahwa sesorang telah mengalami transformasi rohani oleh Roh Kudus. Kasih yang sejati berasal dari kelahiran baru dan sesuai dengan kasih Allah yang murni tidak mementingkan diri sendiri, dan penuh pengorbanan.


Makna Alkitabiah

Perikop ini menekankan bahwa Allah adalah sumber dan esensi dari kasih itu sendiri. Yohanes tidak mengatakan Allah memiliki kasih, tetapi Allah adalah kasih. Ini berarti setiap tindakan kasih yang sejati bersumber dari-Nya.

Ayat 9-10 menyatakan bahwa Allah menunjukkan kasih-Nya bukan dengan kata-kata, tetapi melalui tindakan konkret: mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan kita. Inilah kasih yang agape, kasih yang berkorban, tidak menuntut balasan, dan ditujukan bahkan kepada mereka yang tidak layak.

Makna Filosofis

Filosofisnya, kasih bukan sekadar perasaan atau emosi. Dalam pandangan Yohanes, kasih adalah hakikat keberadaan dan relasi kita sebagai ciptaan Allah. Jika manusia adalah gambar dan rupa Allah, maka mengasihi adalah ekspresi dari keberadaan terdalam kita sebagai makhluk spiritual.

Ketika kita gagal mengasihi, kita kehilangan identitas kita yang sejati. Maka, kasih bukan hanya tindakan moral, tapi esensi eksistensial manusia sebagai refleksi dari Sang Pencipta.

Makna Rohaniah

Secara rohaniah, kasih menjadi tanda kehadiran dan kedewasaan rohani seseorang. Yohanes menulis bahwa "jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita."

Kesempurnaan kasih bukan berarti tanpa cela, tetapi berarti kasih itu mencapai tujuannya, yaitu menyatakan kasih Allah dalam hidup nyata. Kasih menjadi sarana kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Kasih harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Pengetahuan tentang Allah saja tidak cukup menyataan kasih Allah. Kasih harus diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari

CERITA ANALOGI DALAM KEHIDUPAN

Seorang ibu merawat anaknya yang cacat seumur hidup. Ia tidak pernah mengeluh, walau anaknya tidak bisa membalas budi, tidak bisa mengatakan “terima kasih,” bahkan tidak bisa memeluknya. Tapi ibu itu tetap mengasihi dengan sabar, setia, dan penuh pengorbanan.

Ketika ditanya, “Mengapa Anda tidak menyerah?”
Ia menjawab:

“Karena saya mengasihi, bukan karena dia bisa membalas, tetapi karena saya ingin menyatakan kasih Tuhan dalam hidup saya.”

Kasih ibu itu mencerminkan kasih Allah—kasih yang memberi, bukan karena penerima pantas, tetapi karena kasih itu sendiri adalah panggilan. Seperti sungai yang terus mengalir meskipun tidak dipuji oleh bebatuan yang ia basahi.

IMPLIKASI DALAM KEHIDUPAN JEMAAT

  1. Mengasihi sebagai wujud mengenal Allah. Kasih bukan sekadar melakukan kewajiban moral, tetapi sebagai  tanda seseorang lahir dari Allah. Mengasihi berarti menunjukkan bahwa kita hidup dalam terang Kristus dalam dunia.

  2. Mengasihi bukan hanya kepada yang menyenangkan. Kita dipanggil untuk mengasihi tanpa memandang respon dari orang yang dikasihi, karena kasih Allah telah lebih dahulu mengasihi kita yang berdosa.

  3. Kasih sebagai kesaksian kepada dunia. Dunia melihat Kristus melalui kasih kita. Ketika jemaat saling mengasihi, itu menjadi kesaksian nyata akan kehadiran Allah dalam kehiupan jemaat.

PERTANYAAN REFLEKSI

  1. Apakah kasih yang saya berikan kepada orang lain mencerminkan kasih Allah yang tak bersyarat?

  2. Siapa orang yang paling sulit saya kasihi, dan apa yang menghalangi saya untuk mengasihi mereka?

  3. Dalam kehidupan bergereja, apakah saya berkontribusi menciptakan jemaat yang saling mengasihi, atau justru menjadi sumber perpecahan?

KESIMPULAN

Saudara-saudari terkasih,

Kasih Allah tidak hanya untuk dinikmati secara pribadi, tetapi untuk diteruskan kepada sesama. Ketika kita mengasihi, kasih Allah menjadi sempurna di dalam kita—bukan karena kita sempurna, tetapi karena kasih itu telah mencapai tujuannya.

Marilah kita menjadi umat yang dikenal bukan karena gedung gereja yang megah, bukan karena banyaknya aktivitas, tetapi karena kasih yang nyata satu terhadap yang lain.

“Barangsiapa mengasihi, ia lahir dari Allah dan mengenal Allah.” (1 Yoh 4:7)


Sunday, May 25, 2025

Ibadah Bulan Budaya Minggu Ke-empat Etnis Alor: “Kasih yang Memulihkan Relasi” dalam Harmoni Lego-Lego"

Maumere, 25 Mei 2025 — Ibadah Minggu, 25 Mei 2025 di GMIT Kalvari Maumere berlangsung khidmat dalam suasana khas Bulan Budaya, yang pada minggu ke-empat ini mengangkat kekayaan budaya dari etnis Alor. Dengan semangat kebersamaan dan keragaman, ibadah dipimpin oleh Pendeta Ferluminggus Bako, S.Th., dan mengambil bacaan dari Yohanes 21:15-19 di bawah perikop “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Tema renungan kali ini adalah “Kasih yang Memulihkan Relasi.”

Ibadah diawali dengan ulasan narator yang menegaskan nilai luhur budaya Alor melalui tarian lego-lego, sebuah simbol kuat kebersamaan dan persaudaraan. “Alor memang terbagi atas banyak wilayah dengan bahasa yang berbeda, namun lego-lego menjadi tarian pemersatu. Dalam lego-lego, semuanya menjadi satu — bergandeng tangan, bernyanyi, dan bersukacita bersama di setiap peristiwa,” demikian pengantar yang disampaikan. Lego-lego digambarkan sebagai lambang pemulihan relasi dan solidaritas, di mana yang lemah dirangkul oleh yang kuat, dan yang terpisah dipeluk sebagai satu keluarga dalam Tuhan.

Dalam khotbahnya, Pdt. Ferluminggus Bako, menyampaikan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, dan karena itu relasi menjadi bagian penting dalam hidup bersama. Namun relasi antar manusia tidak selalu berjalan mulus dan seringkali menghadapi masalah. "Pertanyaannya, apa yang mesti dilakukan jika terjadi masalah dalam relasi?" ungkap Pdt. Ferluminggus Bako mengajak jemaat merenung.

Mengacu pada kisah Yesus dan Petrus, Pdt. Ferluminggus Bako menekankan bahwa relasi yang terganggu berdampak pada kualitas hidup dan pekerjaan. Setelah Petrus menyangkal Yesus tiga kali, relasi mereka terganggu. Namun Yesus mengambil inisiatif untuk memulihkan relasi tersebut, bukan dengan menyalahkan, tetapi dengan bertanya, “Apakah engkau mengasihi Aku?”

Tiga kali Yesus bertanya tentang kasih, masing-masing merujuk pada kasih agape dan philia, menandakan betapa dalam dan pentingnya kasih sebagai dasar relasi yang sejati. “Relasi yang rusak bisa dipulihkan dengan kasih". Kalau kita ingin relasi yang harmonis, standar ego manusia harus diturunkan. Ketika relasi dengan Allah baik, maka relasi dengan sesama juga menjadi baik,” jelas Pdt. Ferluminggus Bako.

Lego-lego pun dikaitkan dengan relasi ini, irama yang sama, gerakan yang harmonis, dan tangan yang bergandengan mencerminkan hidup bersama yang seirama. “Jika satu orang fokus pada dirinya sendiri, maka keindahan tariannya hilang. Begitu pula dalam relasi manusia,” tambahnya.

Ibadah ditutup dengan semangat bahwa relasi antara manusia dan Allah, serta sesama manusia, adalah bagian dari misi Allah untuk kebaikan dunia. Relasi itu dibangun bukan atas dasar kepentingan pribadi, tetapi atas dasar kasih yang menyatukan dan memulihkan.

Bulan Budaya GMIT Kalvari Maumere terus menjadi ruang inkulturatif iman Kristen dan budaya lokal, memperkuat identitas sekaligus menumbuhkan kasih dalam kebersamaan umat.

Saturday, May 24, 2025

Ibadah Rutin UPP Profesional PNS, P3K, dan Non ASN : Wujud Implementasi Program Kerja 2025


Sabtu, 24 Mei 2025 Ibadah rutin bulanan Unit Pembantu Pelayanan (UPP) Profesional PNS, P3K, dan Non ASN kembali dilaksanakan dengan penuh sukacita dan hikmat di Rumah Keluarga Bapak Nithanel Ndaumanu  pada pukul 18.00 WITA. Ibadah ini dipimpin oleh Pdt. Yeni Sofiany Isliko, S.Si dan diikuti oleh para anggota UPP yang berasal dari  berbagai instansi dan profesi. 

Ibadah ini merupakan bagian dari implementasi program kerja UPP Profesional GMIT Kalvari Maumere Tahun 2025, yang bertujuan untuk membangun dan memperkuat iman serta spiritualitas para Anggota UPP profesional Gereja GMIT Kalvari Maumere yang berprofesi di lingkungan pemerintahan dan bagian pelayanan masyarakat. 

Dalam ibadah kali ini, bacaan Alkitab diambil dari Daniel 3:28–30, yang mengisahkan keberanian dan keteguhan hati Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dalam mempertahankan iman mereka kepada Allah, meskipun harus menghadapi hukuman dari Raja Nebukadnezar.

Pdt. Yeni dalam khotbahnya menyampaikan dua poin utama dalam perenungan Firman Tuhan:

  1. Tetap Setia kepada Allah dan Memohon Kekuatan-Nya

    Pdt. Yeni  menekankan pentingnya kesetiaan mutlak kepada Allah, apapun akibat yang mungkin kita alami di masa depan. Ia mengajak jemaat untuk berdiri di atas kebenaran Firman Tuhan , menyatakan bahwa yang benar adalah benar, dan yang salah tetap salah. Seperti ketiga pemuda Ibrani dalam kitab Daniel, umat percaya diajak untuk tidak kompromi terhadap iman, dan selalu memohon kekuatan dari Tuhan untuk bertahan dalam ujian.

  2. Tekun dan Rajin dalam Melakukan Tugas dengan Iman

    Dalam poin kedua, Pdt. Yeni mengingatkan jemaat agar tetap rajin dan tekun dalam setiap tugas, sekecil apapun itu, karena Tuhan menghargai kesetiaan dan kerja keras yang dilakukan dengan iman. Bila kita melakukan bagian kita dengan sungguh-sungguh, maka Tuhan akan melakukan bagian-Nya untuk memberkati dan mengangkat kita. Ia juga menekankan agar umat tidak mudah tergoda oleh tawaran-tawaran dunia yang bisa menjauhkan dari prinsip iman.

Di akhir ibadah, Pdt. Yeni memberikan penguatan serta pesan peneguhan : "Selamat menjadi garam dan terang bagi lingkungan kerja dan masyarakat di sekitar kita."Ibadah ditutup dengan doa syafaat dan ramah tamah, mempererat tali persaudaraan dan solidaritas antar anggota UPP.  Ibadah UPP ini menjadi momen berharga untuk mempererat kebersamaan dan memperdalam spiritualitas sebagai abdi negara yang tetap berpaut kepada Tuhan. Amin

Wednesday, May 21, 2025

KASIH ALLAH MEMULIHKAN DAN MENGUTUS

Bacaan : Yohanes 21:15-19

Pendahuluan

Shalom saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
Hari ini kita akan merenungkan sebuah kisah luar biasa yang terjadi setelah Yesus bangkit. Ini bukan kisah tentang mujizat yang spektakuler, bukan juga tentang orang yang berhasil dengan gemilang dalam tugas dan pelayanan, tetapi tentang seorang murid yang Yesus yang gagal—namun dipulihkan dan dipakai kembali oleh Tuhan dalam misi keselamatan.
Namanya adalah rasul Petrus. Kita tahu, bahwa ia pernah dengan lantang berkata: “Sekalipun semua orang meninggalkan Engkau, aku tidak!” (Markus 14:29). Tapi ketika Yesus ditangkap, justru Petrus menyangkal Dia tiga kali.
Menurut pandangan dan budaya yang berlaku di Dunia, seseorang seperti Petrus harusnya dikeluarkan dari pelayanan. Budaya dan Tradisi dalam Dunia selalu memakai orang-orang yang berhasil, yang tidak pernah gagal, yang punya prestasi. Tetapi Yesus memanggil kembali orang yang justru pernah gagal dalam tugas dan pelayanan.
Itulah kontradiksi kasih Yesus—kasih yang tidak memakai standar dunia.

ISI KHOTBAH

a. Kasih Sejati Dimurnikan Lewat Pengalaman

Yesus bertanya kepada Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka ini?”
Perhatikan: Yesus tidak memanggilnya "Petrus"-batu karang-tetapi kembali memakai nama lamanya: Simon. Ini menunjukkan bahwa Yesus mau membawa Petrus kembali ke titik awal ketika ia dipanggil, sebelum semua keberhasilannya, bahkan sebelum kegagalannya.
Pertanyaan Yesus ini bukan karena Yesus tidak mengetahui  jawabannya, melainkan untuk memperbaharui dan memulihkan hati Petrus. Inilah fakta bahwa tiga kali Petrus menyangkal, maka tiga kali pula Yesus bertanya.
Petrus yang dulu percaya diri dan berani, kini menjawab pertanyaan Yesus dengan rendah hati: “Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”  Ia tak lagi menyombongkan diri seperti dulu. Kasihnya kini telah dimurnikan oleh pengalaman kegagalannya sendiri.
Saudara yang terkasih, kasih sejati tidak muncul dari keberhasilan, tetapi justru dimurnikan melalui pengalaman jatuh, bangkit, dan belajar bergantung kepada Tuhan.

b. Kasih Kepada Kristus Terbukti Dalam Pelayanan

Yesus bertanya lagi: “Apakah engkau mengasihi Aku?”. Dan setiap kali Petrus menjawab, Yesus tidak berkata, “Bagus, itu sudah cukup.” atau tepat sekali jawabanmu. Melainkan: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Artinya, kasih kepada Kristus bukan hanya tentang perasaan, tetapi bagaimana tindakan nyata, melayani, menggembalakan, dan merawat orang-orang yang Tuhan percayakan.
Yesus tidak berkata: “Kalau kamu mencintaiku, buktikan dengan prestasi besar dan luar biasa.” Tapi justru: “Buktikan dengan kesetiaan dalam menggembalakan.” Kasih harus dibuktikan dengan melayani, kepedulian, mengembalakan sesama, dan terutama setia dalam panggilan yang kecil maupun besar.

c. Kasih yang Sejati Siap Berkorban

Yesus lalu berkata kepada Petrus bahwa suatu hari ia akan dibawa ke tempat yang tidak ia kehendaki, sebuah nubuat tentang kematian Petrus sebagai martir.
Dan Yesus menutup percakapan ini dengan kalimat yang familiar: “Ikutlah Aku.” Kalimat ini sama seperti ketika Petrus pertama kali dipanggil. Bedanya, sekarang Petrus tahu artinya. Mengikut Yesus yang berarti setia sampai akhir, bahkan sampai kematian.

d. Dunia Membuang, Kristus Memulihkan

Saudara-saudari, mari kita bandingkan standar dunia dan standar Kristus:
Dalam tradisi Dunia selalu menghargai orang-orang yang sukses dan berhasil, sedangkan yesus memakai orang-orang yang gagal dan mau bertobat. Dunia selalu fokus pada prestasi, itu tidak salah karena memang seharusnya seperti itu, namu yesus lebih fokus pada nilai-nilai fundamental yaitu kasih dan kesetiaan yang telah Ia buktikan di kayu salib.

Sekiranya dalam proses, terjadi kegagalan, maka dunia akan mencoret sebagai rekam jejak yang kurang baik, tetapi Yesus mengulurkan tangan untuk memulihkan orang yang gagal dan terperosok dalam kejatuhan. Petrus yang pernah gagal, tetapi Yesus tidak mencoret namanya, justru kegagalan itulah  yang membentuknya menjadi pribadi yang rendah hati, setia, dan siap menggembalakan umatnya. Ini bukan hanya pertanyaan Yesus pada Simon Petrus, tetapi juga pertanyaan bagi kita semua.

Pertanyaan refleksi 

  1. Apakah saya sungguh-sungguh mengasihi Yesus?. Jika Yesus bertanya kepada saya seperti kepada Petrus, apa jawaban saya?
  2. Bagaimana kasih saya kepada Tuhan tercermin dalam tindakan saya sehari-hari? Apakah saya melayani, menggembalakan, atau memperhatikan sesama sebagai bentuk kasih saya kepada-Nya?
  3. Apakah saya pernah merasa gagal dalam iman atau pelayanan?  Jika ya, apakah saya percaya bahwa Tuhan bisa memulihkan dan memakai saya kembali seperti Petrus?
  4. Apa bentuk pelayanan atau panggilan yang Tuhan sedang taruh dalam hati saya saat ini? Apakah saya siap menjawab panggilan itu dengan kesetiaan, meski harus berkorban?
  5. Apa arti "mengikut Kristus" bagi saya hari ini?  Apakah saya siap untuk taat meskipun jalannya tidak mudah?

Penutup 

Jika hari ini Anda merasa seperti Petrus, pernah gagal, pernah menyangkal, pernah jatuh, ingatlah : Yesus tidak selesai dengan Anda. Kasih-Nya memulihkan dan kasih-Nya mengutus Anda kembali untuk melayani. Maukah Anda menjawab panggilan itu? “Ya Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Maka bersiaplah, karena Dia akan berkata: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Amin.





Tuesday, May 20, 2025

ALLAH HADIR UNTUK SEMUA BANGSA YANG TULUS (IBADAH RAYON SELASA, 20 MEI 2025)

Foto Rasul Petrus dan Kornelius

 Bacaan Alkitab : Kisah Para Rasul 10:34-35

“Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: 'Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.”

A. PENDAHULUAN

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Pernahkah kita merasa bahwa kasih Allah hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja? Mungkin karena latar belakang budaya, suku, atau status sosial kita, kita berpikir bahwa kita bukan "orang dalam" di hadapan Tuhan. Namun, bacaan kita hari ini menegaskan satu kebenaran agung: Allah tidak membedakan orang! Kasih dan kehadiran-Nya terbuka bagi siapa saja yang datang kepada-Nya dengan hati yang tulus dan hidup dalam kebenaran.

B.  ISI RENUNGAN

1. Siapakah Tokoh Utama dalam Perikop Ini?

Petrus adalah tokoh sentral yang menyampaikan kesadaran dan pengakuan penting tentang sifat Allah yang tidak membedakan orang. Ia berbicara dalam konteks pertemuannya dengan Kornelius, dan melalui pengalaman itu, ia mengalami transformasi pemahaman teologis yang mendalam.

2. Apakah yang Dilakukan Petrus?
  • Mengakui bahwa Allah tidak memandang muka (tidak diskriminatif).
  • Menyatakan bahwa siapa pun dari bangsa mana saja yang takut akan Allah dan melakukan kebenaran, berkenan kepada-Nya.
  • Mengubah pola pikir eksklusif sebelumnya yang menganggap hanya bangsa Yahudi yang layak menerima keselamatan.
  • Memberitakan Injil kepada Kornelius, seorang non-Yahudi, dan membuka jalan bagi misi kekristenan ke bangsa-bangsa lain.
3. Siapa Saja yang Menjadi Sasaran dari Tindakan Ini?
  • Kornelius dan keluarganya (bangsa bukan Yahudi/ kafir menurut pandangan Yahudi saat itu).
  • Para pengikut Yesus dari kalangan Yahudi yang menyaksikan bahwa Roh Kudus juga dicurahkan atas orang bukan Yahudi.
  • Gereja mula-mula sebagai komunitas yang sedang belajar memperluas cakupan misi mereka.
  • Seluruh umat manusia sebagai penerima pewahyuan bahwa keselamatan bersifat universal.
4. Nilai yang Perlu Diteladani dari Sikap Petrus
  • Kerendahan Hati dalam Mengakui Kesalahan. Petrus dengan rendah hati mengakui bahwa pemahaman sebelumnya salah: ia dulu berpikir bahwa Allah hanya hadir untuk orang Yahudi. Tapi sekarang ia berkata, “Sesungguhnya aku telah mengerti...” Ini adalah teladan pertobatan intelektual dan spiritual
  • Ketaatan kepada Tuhan. Petrus mengikuti visi ilahi yang membawanya ke rumah Kornelius, meski hal itu melawan norma sosial dan agama Yahudi saat itu. Ia bersedia melangkah keluar dari zona nyaman.
  • Inklusivitas dan Keadilan. Petrus menyuarakan prinsip keadilan ilahi yang tidak diskriminatif, mencerminkan karakter Allah yang menerima semua orang yang takut dan hidup benar.
5. Nilai Baru yang Diberikan dalam Perikop Ini
  • Keselamatan dan Hadirat Allah adalah Universal. Sebelumnya, keselamatan dianggap eksklusif bagi Yahudi. Tapi di sini, Allah menyatakan bahwa siapa saja, dari bangsa mana pun, dapat mengalami kasih karunia dan kehadiran-Nya.
  • Ukuran Iman Bukan Lagi Etnis atau Tradisi, Tetapi Ketulusan dan Kebenaran.  Ini adalah perubahan teologis besar. Ketulusan hati dan praktik kebenaran menjadi dasar untuk perkenanan Allah, bukan status lahiriah atau ritual agama.
  • Misi Gereja Bersifat Global.  Perikop ini menjadi fondasi misi lintas budaya dalam Kekristenan. Gereja dipanggil untuk keluar, bukan hanya mengabdi kepada kelompoknya sendiri.
6. Makna Alkitabiah
  • Allah mengutus Roh Kudus bahkan kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi (Kisah 10:44-45). Ini menunjukkan bahwa keselamatan adalah anugerah universal, bukan hak eksklusif suatu kelompok.
  • “Takut akan Tuhan” dan “mengamalkan kebenaran” menjadi ukuran iman yang sejati, bukan status etnis atau ritual agama.
7. Makna Filosofis
  • Perikop ini menghancurkan batasan eksklusivitas. Dalam filsafat, ini mengingatkan kita pada etika inklusif universal—semua manusia punya nilai dan martabat karena diciptakan oleh Tuhan.
  • Ini juga mencerminkan bahwa identitas sejati manusia bukanlah pada kebangsaannya, melainkan pada sikap batin terhadap kebenaran dan ketulusan hati.
8. Makna Rohaniah
  • Allah hadir di mana ada ketulusan dan kebenaran, bukan hanya di tempat yang “teratur” secara agama. Ini berarti bahwa hadirat-Nya bisa dialami siapa saja, bahkan oleh mereka yang mungkin belum mengenal semua doktrin tapi memiliki hati yang terbuka dan takut akan Tuhan.

C. CERITA INSPIRASI DAN ANALOGI KEHIDUPAN

Ada kisah tentang seorang misionaris yang pergi ke pedalaman Afrika. Ia bertemu dengan seorang kepala suku yang tidak pernah membaca Alkitab, tidak pernah beribadah di gereja, tetapi hidupnya penuh kasih, kejujuran, dan hormat kepada Sang Pencipta. Ketika Injil disampaikan, kepala suku itu berkata, “Saya tidak tahu nama Allahmu, tapi saya sudah mengenal-Nya dalam hati saya.”
Ini mirip dengan Kornelius—seorang non-Yahudi yang tulus, berdoa, dan memberi sedekah, dan Allah meresponnya.
Analogi: Seperti sinyal WiFi yang tersedia untuk siapa saja yang punya perangkat terbuka dan siap menerima, demikian pula hadirat Allah tersedia bagi siapa saja yang membuka hatinya dengan tulus.

D. IMPLIKASI DALAM KEHIDUPAN JEMAAT

  • Jangan eksklusif dalam iman. Kita dipanggil untuk membuka pintu gereja dan kasih kepada siapa pun, tanpa melihat latar belakang mereka.
  • Tumbuhkan ketulusan dalam hidup rohani. Allah lebih memperhatikan hati daripada penampilan luar atau rutinitas agama.
  • Dukung misi lintas budaya dan pelayanan lintas batas. Sebab Allah rindu hadir dan dikenal di semua tempat.

E. PERTANYAAN REFLEKSI

  1. Apakah saya masih memandang rendah orang lain karena latar belakang budaya atau agamanya?
  2. Apakah saya sudah hidup dalam ketulusan dan kebenaran yang sejati di hadapan Tuhan?
  3. Apakah gereja saya telah menjadi tempat yang terbuka bagi semua orang untuk mengalami hadirat Allah?

F. KESIMPULAN

Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk meruntuhkan sekat-sekat sosial, budaya, dan keagamaan yang membatasi kasih Allah. Allah hadir bukan hanya untuk satu bangsa, satu kelompok, atau satu tradisi. Ia hadir untuk semua yang tulus dan mencari Dia dengan hati yang takut akan Tuhan dan hidup dalam kebenaran.
Mari kita menjadi jemaat yang mencerminkan kasih universal itu—terbuka, inklusif, dan penuh kasih, sebab Tuhan kita adalah Tuhan segala bangsa. Amin